Lihat ke Halaman Asli

Urgensi Pengembangan Problem Solving pada Anak Usia Dini

Diperbarui: 7 Maret 2019   21:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi : Getinhours.com

Setiap manusia pasti selalu mengalami permasalahan-permasalahan dalam setiap tahap kehidupannya. Tidak hanya orang dewasa, anak usia dini juga seringkali menjumpai suatu masalah. Namun masalah yang dihadapi anak tentunya berbeda dengan apa yang orang dewasa alami. Oleh karena itu, diperlukan adanya problem solving atau pemecahan masalah sebagai solusinya.

Aspek fundamental dalam perkembangan kognitif anak usia dini, salah satunya adalah problem solving. Pada dasarnya, problem solving adalah sebuah proses intelektual ketika anak menemukan suatu masalah lalu timbul pemecahan masalah tersebut berupa keputusan pemikiran atau perbuatan. Dan apabila suatu masalah tidak menjumpai titik temu seperti yang diharapkan, maka anak akan berpikir kembali dari awal untuk mendapatkan pemahaman dari masalah yang sedang diahadapi.

Karakteristik dari problem solving itu sendiri ada banyak, salah satunya adalah memori. Kemampuan Pemecahan Masalah (KMP) memerlukan adanya memori otak yang aktif. Dimana hal tersebut memungkinkan anak untuk memecahkan masalah dengan mengingat peristiwa atau kejadian yang pernah dialami. Selain itu, karakteristik problem solving bisa juga didapat dari kemampuan berkreasi, perhatian atau konsentrasi, serta kecepatan menelaah informasi.

Keterampilan memecahkan masalah merupakan bekal untuk anak mengatasi kesulitan atau hal-hal baru yang dihadapinya dalam beraktivitas sehari-hari, di sekolah, atau kelak di masyarakat. Anak menjadi mandiri dan tidak bergantung pada orangtua untuk menyelesaikan masalah atau kesulitan yang dihadapi. Anak juga terlatih untuk menjadi kreatif karena dibiasakan untuk menyelesaikan masalah dengan berbagai cara yang dapat dipikirkannya.

Untuk itu, sangat penting bagi orang tua maupun pendidik untuk mengembangkan kemampuan pemecahan masalah yang dihadapi anak. Karena tidak hanya berguna untuk menyelesaikan masalah mereka sehari-hari, keterampilan problem solving juga bermanfaat saat anak harus mengeksplorasi dunianya, atau mengerjakan tugas-tugas di sekolah. Dan yang paling penting, problem solving dapat mengembangkan kemampuan kognitif anak, sehingga pastinya akan berpengaruh pada prestasi belajarnya.

Keterampilan anak dalam memecahkan masalah, memiliki tahapan tersendiri sesuai dengan usianya. Untuk itu perlu kita ketahui bagaimana tahapan problem solving anak, supaya mampu mengasah kemampuan tersebut sehingga anak akan semakin terarah dan tahu kapan menggunakannya.

Pada usia TK A (4-5 tahun), anak umumnya sudah dapat berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan bermain variatif yang membutukan pemecahan masalah dalam memainkannya. Misalnya seperti menyusun puzzle, lompat tali, menyusun balok, atau bermain petak umpet. Setiap permainan tentunya memiliki aturannya tersendiri. Sehingga anak akan memikirkan bagaimana cara agar dia dapat bermain dan menyelesaikannya.

Dalam hal ini, satu-satunya peran orang tua atau pendidik hanyalah sebagai pendamping. Biarkan anak bereksplorasi dengan pemikirannya, sehingga kemampuan problem solvingnya terasah. Kecuali jika anak benar-benar merasa kesulitan dan memerlukan bantuan, maka boleh membantu namun dengan syarat tidak mendominasi. Dalam artian, berikan petunjuk supaya anak dapat berusaha melakukan sendiri tanpa bantuan orang lain.

Seiring dengan bertambahnya usia anak, kemampuan dalam memahami masalah juga akan bertambah. Begitu juga ketika sudah memasuki usia 5-6 tahun, rasa ingin tahu anak akan semakin menjadi-jadi. Hal itu yang menyebabkan anak mulai bermain dengan tujuan rasa ingin tahu terhadap akibat dari tindakannya. Seperti ketika memukul alat musik yang menghasilkan bunyi. Anak akan terus memperhatikan sebab-akibat dan mengulanginya kembali jika hal tersebut dirasa menyenangkan.

Maka dalam proses memahami sebab-akibat, memori anak secara tidak langsung akan terbentuk. Memori inilah yang nantinya akan membantu pemecahan masalah anak. Manusia mampu menyimpan ataupun mengingat informasi dari berbagai peristiwa yang dialami. Dan dalam kehidupan sehari-hari, anak dapat mengingat banyak hal.

Oleh karena itu sebaiknya pada masa ini anak tidak diperlakukan secara otoriter. Biarkan mereka bereksperimen dan menemukan hal-hal baru dengan sendirinya. Aktivitas bermain anak tidak dapat disamakan dengan orang dewasa. Dalam bermain, mereka cenderung penasaran akan hal-hal baru. Lagi-lagi, peran orang tuan dan pendidik disini hanya sebatas pengamat dan pendamping.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline