Lihat ke Halaman Asli

kelvin ramadhan

Sleepy man

Mengukur Seberapa Dalam "Underground Economy" di Indonesia

Diperbarui: 30 Juni 2019   20:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

keuanganism.com

Underground economy (ekonomi bawah tanah) merupakan hal yang tak dapat dipisahkan dari kegiatan perekonomian di hampir semua negara, baik yang sudah maju maupun yang masih berkembang. Underground economy sendiri adalah kegiatan-kegiatan ekonomi baik secara legal maupun ilegal yang terlewat dari perhitungan Produk Domestik Bruto [1].

Badan Pusat Statistika (BPS) mendefinisikan underground economy sebagai kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh pelaku ekonomi yang bekerja sendiri tanpa dibantu orang lain, bekerja dibantu oleh pekerja dari keluarga sendiri dan karyawan tidak tetap, dan merupakan pekerja bebas pada sektor pertanian maupun luar pertanian. 

Untuk kasus di Indonesia, kegiatan underground economy yang acap kali muncul adalah penyelundupan barang masuk dan keluar negeri, seperti mobil mewah, kayu, hewan-hewan langka, narkotika serta kegiatan informal seperti para pedagang kaki lima (PKL) yang kerap kali menjadi bagian dari keseharian aktivitas ekonomi kita.

Mengapa hal tersebut menjadi begitu penting?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut perlu dipahami oleh kita semua bahwa selama ini alat ukur yang paling sering digunakan oleh para ekonom hampir di seluruh dunia adalah dengan mengukur kinerja perekonomian melalui besaran Produk Domestik Bruto (PDB) suatu negara.

Dengan demikian underground economy dapat membuat pengukuran pertumbuhan ekonomi menjadi bias atau underestimate. Di samping itu, semakin besarnya kegiatan underground economy juga turut membuat hilangnya potensi pajak yang mana akan menurunkan pendapatan negara. 

Pengukuran terhadap underground economy menjadi penting dikarenakan beberapa alasan yang mendasarinya, yakni; 

(i) besarnya beban pajak bagi pelaku ekonomi. Tinggi rendahnya aktivitas underground economy dapat diyakini sebagai reaksi dari individu yang merasa terbebani oleh pajak. Jalan yang yang mereka pilih adalah "exit option" dibandingkan "voice option". Oleh karena itu, underground economy muncul sebagai bentuk keberatan pajak (tax protest) dari pelaku ekonomi kepada pemerintah.

(ii) ketidaktepatan pengambilan keputusan oleh stakeholders. Hal ini dikarenakan underground economy membuat pengukuran terhadap beberapa indikator ekonomi seperti pengangguran, angkatan kerja, pendapatan, konsumsi, dan produksi menjadi tidak akurat. Disamping itu, pemerintah juga akan kesulitan untuk memperkirakan kebutuhan akan uang beredar di masyarakat untuk periode selanjutnya.

(iii) pergeseran perilaku tenaga kerja. Dengan hilangnya aspek pajak di dalam pendapatan para pekerja maka mereka lebih terpacu untuk beraktifitas di ranah underground economy dan menciptakan peralihan kegiatan ekonomi dari yang legal ke illegal.

Feige (1990) membagi aktivitas underground economy ke dalam 4 (empat) golongan  [2] :

  1. the illegal economy, yaitu merupakan aktivitas ekonomi yang pendapatannya dihasilkan oleh kegiatan ekonomi yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, seperti jual-beli barang curian, pembajakan, perjudian, transaksi narkotika.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline