Lihat ke Halaman Asli

Reza Fahlevi

Direktur Eksekutif The Jakarta Institute

Pilkada Serentak 9 Desember 2020 Jalan Terus

Diperbarui: 23 September 2020   19:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi debat kandidat Pilkada 2020 yang bertrmakan penanganan Covid-19 - Foto: Adam/Katapublik

Pilkada 2020 TETAP HARUS DIGELAR. Atas alasan satu dan lain hal, tentu pergantian kepemimpinan daerah mau tidak mau mesti terus bergulir supaya birokrasi pemerintahan tidak terhenti. Apalagi saat ini, kita menghadapi wabah korona yang menuntut pemimpin leluasa mengambil keputusan yang tidak biasa.

Namun tantangannya saat ini bagaimana menghindari agar perhelatan Pilkada ini tidak menjadi kluster baru korona. Saat pembukaan pendaftaran Pilkada pada 4-6 September lalu, tanpa diduga sempat terjadi kerumunan massa pendukung paslon.

Hal demikian, kemungkinan bukan mustahil akan juga terjadi pada masa kampanye. Barangkali peristiwa tersebut bentuk dari antusias masing-masing warga menyambut Pilkada karena kandidat idolanya akan bertarung dalam pesta demokrasi lokal ini.

Melihat risiko kerumunan massa terkait Pilkada tersebut, pemerintah dalam hal ini Kemendagri terus mengevaluasi, dan menyiapkan langkah antisipasi agar protokol kesehatan ditaati tiap orang. Menurut Mendagri Tito Karnavian, massa yang berkerumun itu karena hendak menunjukkan diri (show off force) sekaligus ketidaktahuan mereka tentang aturan KPU tentang larangan berkerumun.

Padahal KPU sudah dibekali PKPU No.10/2020 yang membatasi jumlah orang saat berkampanye. Aturan ini merupakan perubahan dari PKPU No.6/2020 tentang pelaksanaan Pilkada dalam kondisi bencana non alam Covid-19. Sekaligus KPU juga menyiapkan PKPU dalam kaitan kampanye Pilkada ketika kondisi normal.

Sehingga dibutuhkan sosialisasi regulasi tersebut agar lebih masif, dan menjadi tanggungjawab paslon kepala daerah untuk mengedukasi para loyalisnya. Dalam Pasal 58 ayat 1 huruf b dalam PKPU No.10/2020 tertulis adanya pembatasan peserta pertemuan (tatap muka maupun dialog) paling banyak 50 orang.

Sebagaimana Pasal 59 huruf a1, debat kandidat juga mengatur maksimal sebanyak 50 orang, sedangkan Pasal 63 ayat 2 dan Pasal 64 ayat 2 huruf d menjelaskan rapat umum hanya diperbolehkan dihadiri 100 orang.

Namun pembatasan jumlah orang itu berbeda dengan rancangan perubahan PKPU No.4/2017 tentang kampanye Pilkada yang menyebut pertemuan dibatasi sesuai kapasitas tempat atau paling maksimal 2.000 orang bagi tingkat provinsi dan 1.000 orang untuk level kabupaten/kota. Maka penyelenggara Pilkada mesti menjernihkan multitafsir atas aturan yang ada.

Apabila hal itu yang terjadi, jumlah ribuan orang ini berpotensi memperluas penyebaran Covid-19 yang cukup membahayakan. Sebab korona menjangkiti seseorang tidak mengenal kasta atau kelas sosial, bahkan sudah banyak kepala daerah atau pejabat yang terjangkit dan terpaksa meninggal.

Regulasi demi menjaga protokol kesehatan sudah tersedia. Biasanya kendalanya terletak dari pengawasan, implementasi dan penindakannya. Penyelenggara Pilkada, yaitu KPU perlu melibatkan banyak pihak untuk mengawal demi memastikan tidak ada pelanggaran.

Sehingga teknis kerja yang rigid, sistematis dan terukur perlu dirumuskan. Pakta Integritas perihal ini sudah disepakati pihak-pihak terkait. Tinggal menunggu komitmen paslon untuk juga menerapkannya sesuai hukum yang berlaku.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline