Lihat ke Halaman Asli

Ahmad Fauzi

Pakar tidak jelas

Terima Kasih Kepada Habib Reziq dan Nikata

Diperbarui: 18 November 2020   06:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Lama sudah tidak mendengar lantunan suara yang selama ini pergi, sebelum melanjutkan saya sampaikan bahwa tulisan ini tidak mengurangi sedikitpun rasa hormat saya pada semua pihak yang membaca, mendengar dan melihat.

Jika ada yang bertanya padaku apakah aku tahu tentang Nabi Muhammad SAW? jawabanku adalah aku belom mengenalnya lebih dalam, jika ada yang bertanya padaku apakah aku mengikuti sunnahnya? jawabanku adalah aku masih terbata menata langkah. Namun satu hal yang selalu terbayang dalam pikiran akibat tiupan aingin cerita bahwa beliau sungguh mulia, dilempari dengan kotoran, di caci, di hina beliau tetap membalas dengan kebaikan.

Di bulan kelahiran Nabi Muhammad SAW tentu banyak umat muslim merayakannya dengan beraneka ragam, setiap daerah dengan khas warisan leluhurnya masing masing bahkan ada atau banyak disuatu tempat mengadakan maulid nabi secara bergiliran sebulan penuh sebagai bukti kecintaan ummat terhadap nabi. 

Bagi saya secara khusus, acara-acara tersebut menjadi salah satu agenda besar untuk kembali merenungi sikap dan tingkah laku selama ini, untuk kembali memperdalam pengetahuan tentang tauladan dari kehidupan nabi sehingga menambah kualitas kecintaan kita sebagai ummat kepadanya dan mendorong diri untuk lebih baik lagi.

Saya sekilas mendengar sedang ramai cerita penghinaan versus penghinaan yang disampaikan pada acara memperingati maulid nabi, tanpa membela pihak manapun bagi saya (orang yang tidak memilki pengetahuan luas) hal demikian yang disampaikan oleh Habib Rizieq Shihab dalam acara memperingati maulid akbar sedikit tidak layak, selaku pemuka agama menyampaikan keresahan pribadi dimuka umum adalah sikap yang tidak seharusnya bukan maksud memberikan arahan sekali lagi saya tegaskan bahwa saya orang yang tidak memiliki pengetahuan jadi tidak usah dihiraukan tulisan ini.

Disisi lain Nikata memang mengungkapkan keresahannya dengan diselipi candaan (bagi saya) sebab memang ada di beberapa tempat orang yang selalu mengobati di sebut habib dan ada juga yang disebut tabib. 

Sampai disini saya teringat kalimat yang disampaikan seorang kawan di perkopian "bahwa kata Tan Malaka salah satu tujuan pendidikan adalah untuk memperhalus perasaan, jadi jika ada yang perasaannya marah terus, ngamuk terus resah, gelisah pokoknya gak halus, itu perlu dipertanyakan pendidikannya" ucap kawan disamping sambil menutupnya dengan sruputan kopi dan tersenyum.

Cerita ini menuai banyak respon sebagaimana mestinya yang selalu ramai tentangnya, untuk itu saya tidak perlu lagi menceritakan kaitan kaitan itu. Di sini saya ingin menyampaikan terima kasih sebab ada pengetahuan baru yang saya dapatkan. Jika ada yang mengatakan saya jelek, hitam dan dekil seperti gula jawa sebagaimana kata Habibie kepada Ainun dalam filmnya pilihan saya dua, tersinggung dan menganggapnya penghinaan atau sebuah kalimat candaan yang perlu saya tertawakan, maka sejatinya penghinaan atau bukan adalah kita yang mensifati, candaan atau bukan adalah kita yang mensifati tinggal bagaimana kita memilih dengan bijak jalan keputusan yang diputuskan. Begitulah Katanya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H



BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline