Lihat ke Halaman Asli

Dwi Okta Nugraha

Blogger gado-gado Medioker di http://www.kasamago.com | dwioktanugroho.wordpress.com | twitter: @kasamago

Sabang dan Terusan Kra, Kiamat bagi Kedigdayaan Singapura?

Diperbarui: 4 April 2017   16:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Hubungan Singapura dan Selat Malaka

Kebesaran Singapura selain dari keberhasilan pembangunan dalam segala aspek adalah berkat pemanfaatan posisi geopolitiknya yang begitu tertata dan terencana dengan sangat baik, yakni membangun dan menjalankan Pelabuhan termodern dan terbesar di kawasan Asia Tenggara. Taring kekuasaan atas kontrol Selat Malaka ditancapkan secara sistemik sejak Singapura lepas dari Malaysia pada 1963, sehingga Siapapun yang melewati Selat Malaka wajib untuk tidak transit di Pelabuhan Singapura. Dengan sistem yang sudah terbangun mapan ini, Singapura menjadi sosok check point dan penjaga gerbang masuk keluar bagi Kapal-kapal dagang yang melintasi selat tersibuk kedua di dunia. Hasilnya, Singapura mendapatkan geyser keuntungan yang fantastis bagi pundi pundi keuangannya, luar biasa. Small Country with a Big Power.

Proyek Pelabuhan Sabang, Aceh dan Terusan Kra Thailand

Bersyukurlah, Pemerintah Indonesia sudah sejak lama memikirkan berbagai langkah taktis untuk mendapatkan penguasaan atas Selat Malaka kembali. Dimasa Orde Baru dan Presiden BJ Habibie, Pemerintah merencanakan untuk membangun Batam dan Sabang sebagai salah satu Pelabuhan besar yang dapat menandingi pelabuhan Singapura. Batam memang kemudian dibangun pelabuhan modern namun ditengah jalan impian Batam sebagai tandingan Singapura mulai berguguran. Saat ini Batam sudah menjelma menjadi pulau satelit bagi perekonomian Singapura. Nasib buruk justru menghampiri Sabang, Pulau yang berada diujung barat Indonesia ini masih sebatas rencana. Posisi Sabang berpotensi mengambil alih lalu lintas selat malaka dengan menyetop lebih dulu kapal-kapal dagang sebelum transit di Singapura, dengan kata lain Pelabuhan Singapura dapat kehilangan daya tarik, keuntungan dan terancam dijurang kesepian.

Thailand juga memiliki potensi dan Planning yang serupa dengan Indonesia, membangun Terusan Kra untuk mempersingkat jalur pelayaran dari Samudra Hindia ke Laut China Selatan, So Profitable . Bila jalur tikus ini beroperasi, Singapura akan kehilangan gairah dan keuntungannya, karena banyak kapal yang tak harus lagi melewati Selat Malaka atau transit di Singapura. Terusan Kra dapat menjadi ancaman kiamat bagi money purse  Singapura di sektor Pelabuhan.

Sisi lain Konflik Aceh dan Thailand Selatan

Kegagalan dan Ketertundaan yang dialami Batam, Sabang dan Terusan Kra ada yang meyakini bahwa bukan saja karena campur tangan Tuhan alias belum beruntung tetapi juga ada pihak lain yang dipercaya sebagai dalang penghambat masa depan cerah Batam, Sabang dan Terusan Kra. Jawaban siapa yang menjadi tersangka sangat mudah, Pihak yang paling,amat, sangat dirugikan bila diantara Batam, Sabang dan Terusan Kra meraih tujuannya masing masing. The One and The Only with the most interesting in Malacca Strait its Singapore. Intervensi politik terhadap Pemerintah Indonesia terkait Batam, Konflik Aceh dan Konflik di wilayah Thailand Selatan bisa jadi hasil dari serangan Asimetris yang dilakukan Singapura. Apapun pasti dilakukan untuk mencegah terhadap apa saja yang mengancam eksistensi sebuah negara di masa mendatang.

Conclusion

Indonesia yang secara posisi lebih potensial dan strategis dari Singapura semestinya mampu mengontrol dan menguasai Selat Malaka, negatif rasanya jika Negara kepulauan terbesar di dunia tidak sanggup memanfaatkan kekayaan alamiahnya. Apalagi dimasa lampau, wilayah Indonesia atau Nusantara pernah mengalami era Kejayaaan dan Kemashyuran di dunia maritim. Pelabuhan terbesar dan teramai beserta armada laut yang tangguh tercatat dimiliki oleh beberapa kerajaan besar di nusantara seperti Sriwijaya, Majapahit dan Makasar. Kedigdayaan maritim nusantara hingga kini masih saja terpuruk semenjak masuknya kolonialisme di abad 16. Pemerintah dan seluruh bangsa Indonesia harus terus berjuang karena Nusantara menyimpan kenyataan lahiriyah sebagai putra mahkota penguasa lautan Asia Tenggara sesungguhnya, Bukan Singapura.

| Kasamago




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline