Lihat ke Halaman Asli

adi susilo

pemerhati sosbud

Jelantah dan Nasi Aking Menjadi Kesibukannya Mbah Kakung

Diperbarui: 26 September 2021   09:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dok.Limbah Dapur nasi dan jelantah

Kampanye kepedulian terhadap lingkungan tak lekang dari jaman. Terus menerus digulirkan agar ada keseimbangan alam dan tidak cepat rusak oleh ulah manusia. Untuk industri pengolahan ada penerapan ISO dan ada lembaga asesment internasional yang mengawasinya. Dunia saat ini sudah konsen terhadap lingkungan termasuk dalam skala rumah tangga pun diharapkan pengelolaan limbah sampah yang dihasilkan dari dapur masak juga peduli terhadap lingkungan.

Sampah yang dihasilkan oleh rumah tangga cukup banyak setiap harinya, dalam satu wilayah tingkat rukun warga saja yang terdiri  sembilan rukun tetangga dan setiap RT terdapat empat puluh kepala keluarga dikali sembilan sejumlah 360 kepala keluarga telah disediakan  satu kontainer bak sampah oleh pemerintah kota dalam hitungan hari sudah penuh. Hampir setiap hari kontainer diambil oleh truck pengangkut sampah untuk dilakukan pembuangan di tempat pembuangan akhir sampah. Kesadaran pengelolaan sampah terus digaungkan bahkan dari sampah bisa terdapat nilai ekonominya.

Sebagai contoh sudah hampir satu tahun lebih mbah Kakung rajin mengumpulkan limbah nasi dari sisa sisa makanan setiap harinya untuk dijemur dan dikeringkan melaui sinar matahari.  Sebelumnya sisa nasi tersebut diberikan kepada tetangga untuk diberikan sebagai pakan ayam. Salah satu tetangga yang perhatian terhadap mbah Kakung memberi informasi bahwa nasi kering tersebut laku dijual dan kalau sudah terkumpul banyak akan diambil oleh pembelinya.

Rupanya informasi ini valid dan dapat ditindak lanjuti dengan rajin nya mbah Kakung mengeringkan sisa sisa nasi, apalagi bilamana musim orang punya kerja atau kegiatan selamatan, yang namanya nasi berkat bisa berlebih tidak termakan dan eman eman kalau dibuang. Dari hasil pengeringan setiap minggu sudah ada yang mengambil. 

Untuk satu kilo nasi kering dihargai dua ribu lima ratus rupiah. Selama kurang lebih tiga minggu bisa terkumpul hingga lima belas kilogram. Packing biasa diambilkan dari karung bekas bungkus beras. Mulai dari sinilah setiap KK mengumpulkan sisa sisa nasi yang sudah tidak terpakai. Lumayan bisa untuk membeli koran pagi dan terkadang membelikan jajan cucunya.

Selain pemanfaatan nasi kering, limbah minyak goreng alias jelantah pun mempunyai nilai ekonomi. Ditingkat rukun tetangga setiap bulan ada uang jimpitan yang penggunaannya untuk keperluan taktis di tingkat rukun tetangga. Selama pandemi covid yang lalu kas hasil jimpitan sudah menipis dikarenakan untuk kegiatan penyemprotan lingkungan setiap dua minggu nya dan membantu beberapa warga yang lagi isoman terdampak covid di bantu suplai kebutuhan makanan. 

Dengan menipisnya kas tersebut timbul ide dari salah satu warga saat pertemuan rutin untuk mengumpulkan minyak jelantah dan menawarkan diri bersedia mengambil ke tiap tip rumah. Maka ide tersebut disambut dan warga sepakat bahwa ibu ibu setiap ada sisa minyak goreng bekas agar dikumpulkan. Jelantah yang sudah terkumpul tersebut akan diambil dan dihargai tiga ribu hingga empat ribu rupiah per liternya. 

Pemanfaatan limbah plastik atau botol bekas, majalah, koran, karton sudah lebih dulu dimanfaatkan untuk dikumpulkan di balai RW oleh ibu ibu PKK hasilnya untuk mendukung kegiatan Posyandu dan Posbindu. Secara kebetulan kegiatan ini ternyata dipantau oleh pihak  Kelurahan dan Dinas terkait sehingga bulan Agustus lalu  mendapatkan nominasi RW pengolah sampah terbaik. Dengan mendapatkan penghargaan oleh pemerintah kota melalui Dinas Lingkungan Hidup beberapa warga diberikan kesempatan mendapatkan pelatihah pelatihan terkait pengelolaan sampah.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline