Lihat ke Halaman Asli

Kartika Kariono

Ibu Rumah Tangga

Ramadan Tahun ini Pangan Murah

Diperbarui: 29 April 2020   20:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Stok Pangan Dapur Bulanan (Dok. kartika kariono)

Efek pandemi covid 19 ini bukan cuma pada penyebaran penyakit yang belum jelas bagaimana obatnya. Efek ikutannya juga membuat dunia ini terdiam, dipaksa memilih untuk tinggal di dunia kecil mereka, hanya berkutat di kamar atau rumah. 

Sebagian besar terhuyung dan mulai limbung perekomiannya karena PSBB,  pendapatan sulit pengeluaran besar-besar. Kata Wong Plembang Pacak Saro Bebulan-bulan (Dapat susah berbulan-bulan). 

Sebenernya tak ada satupun yang luput dari persoalan efek pandemi ini. Bukan tidak mau mengeluh, tetapi orang sering lupa pula bahwa keluhan kepada teman kadang menjadi toxic bagi orang lain yang sesungguhnya menghadapi persolan yang bisa jadi lebih berat.

Biasanya di bulan ramadan harga pangan itu dipastikan mengalami lonjakan harga. Eh, bukannya puasa itu mengurangi makan ya, kok bisa lebih banyak belanja bahan pangan sampe-sampe menyebabkan kenaikan harga barang?.  

Pada umumnya, pola konsumsi saat puasa di masyarakat berobah. Di bulan ramadan, saat sahur dan berbuka biasanya menghidangkan makanan yang lebih istimewa dari biasanya, termasuk kegiatan iftaar bersama di hotel-hotel atau restoran. Karena momen setahun sekali ini sangat pas untuk menguatkan tali silaturahim dengan iftaar bersama baik di rumah maupun makan di luar. 

Masak di rumah pun biasanya berbeda dari biasanya. Kekuatiran akan asupan gizi tidak mencukupi, para Ibu mempersiapkan menu istimewa agar selera makan sekeluarga  saat sahur dan berbuka tetap terjaga.                                                        

PSBB dan Efeknya

Meski PSBB, belanja dapur tidak dapat tidak dilakukan. Judul yang kupilih adalah  selorohan ibu-ibu di warung langgananku. "Harga pangan itu selalu murah, kapan saja selalu murah, saat ramadan, lebaran, tahun baru ataupun sincia" ucapnya.  Tahu sendiri kan sahutan ngegas ibu yang lain, sialnya aku digeret si Ibu menjadi aliansinya dengan mengatakan "ya kan,Gil (Ragil)?" sambil memlihat ke arahku. 

Hadeh, si Ibu ah. Sudah tahu aku ini manusia paling susah beraliansi,  ibu-ibu sekampung loh yang mau dihadapin dengan kondisi pandemi yang katanya dapat meningkatkan risiko stres perempuan terutama ibu yang mengatur anggaran rumah tangga mereka masing-masing yang kuhadapi nh. Terlihat kan tingkat stress yang nulis, kalimat majemuk saja tak punya jeda.

"Iyo, beli dengan yen"sahutku.  Dia ngakak karena dia paham aku ngerti maksudnya. "Yo bener, Gil, Yen ono duik e. Duik e ra beseri (jika ada uangnya tak berseri)".  Sambil tertawa-tawa dengan riang.  Jleb, aku mau nangis liat Lek Partiya (sebut saja begitu)  ketawa hepi gitu, aku tahu keluarga besar dia ditopang dengan pekerjaan sektor informal. 

Suami  yang sama sepuhnya dengan dia dan anak-anaknya yang telah berkeluarga itu tinggal dalam satu rumah bekerja serabutan, baik tukang bangunan, tukang angkut atau pekerjaan halal apapun di sektor 3D  (dirty, dangerous and difficult). Bertahun-tahun Lek Partiya saat muda menjadi babu cuci 4 rumah, kerja dari pagi sampai sore.  

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline