Lihat ke Halaman Asli

Karnita

TERVERIFIKASI

Guru

Ketika Pintu Asrama Tertutup: Pendidikan Inklusif Tak Boleh Gagal Menampung Harapan

Diperbarui: 23 Juli 2025   20:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Barang dua siswi SLBN A Pajajaran dikeluarkan dari asrama difabel di Cimahi tanpa pemberitahuan resmi. /ISTIMEWA

Ketika Pintu Asrama Tertutup: Pendidikan Inklusif Tak Boleh Gagal Menampung Harapan

“Peradaban sejati terukur dari cara kita memperlakukan mereka yang paling rentan.”

Oleh Karnita

Pendahuluan: Sebuah Pagi yang Tak Biasa di Cimahi

Selasa, 22 Juli 2025. Di sebuah titik sunyi di Kota Cimahi, dua siswi SLBN A Pajajaran harus menghadapi kenyataan pahit. Saat pulang sekolah, mereka mendapati kamar asrama telah terbuka paksa, dan barang-barang pribadi diletakkan di luar tanpa pemberitahuan resmi. Peristiwa ini dilaporkan dalam Pikiran Rakyat dengan tajuk “Polemik SLBN A Pajajaran Berlanjut, 2 Siswi Mengaku Diusir dari Asrama”.

Sebagai penulis yang mengikuti isu pendidikan inklusif, kasus ini mengusik nurani. Di tengah gencarnya narasi nasional soal reformasi pendidikan dan kesetaraan hak belajar, bagaimana mungkin kenyamanan siswa tunanetra terancam hanya karena urusan teknis tempat tinggal? Isu ini penting untuk disorot, bukan untuk menyalahkan, melainkan agar menjadi refleksi bersama tentang pentingnya perlindungan menyeluruh terhadap peserta didik berkebutuhan khusus.

Dalam dunia pendidikan yang sedang bergerak menuju inklusi total, kejadian semacam ini menunjukkan bahwa pekerjaan rumah kita masih panjang. Ada yang luput dalam sistem; bukan niat baik yang kurang, melainkan koordinasi, komunikasi, dan keberpihakan yang belum sepenuhnya utuh.

1. Ketika Tempat Tinggal Bukan Lagi Tempat Aman

Informasi yang beredar menunjukkan bahwa kedua siswi kehilangan akses terhadap asrama yang menjadi tempat mereka tinggal selama menempuh pendidikan di SLBN A Pajajaran. Tindakan ini terjadi di tengah proses evaluasi kuota penghuni asrama, yang dikaitkan dengan keterbatasan anggaran dan implementasi program makan bergizi.

Dalam kondisi ideal, setiap perubahan kebijakan seharusnya didahului dialog dan pendampingan. Terlebih jika menyangkut anak-anak dengan disabilitas yang sangat mengandalkan lingkungan stabil dalam proses belajar dan adaptasi sosial. Tanpa komunikasi yang terbuka, tindakan administratif berisiko membekas sebagai trauma.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline