Lihat ke Halaman Asli

Warung dan Restoran di Bulan Ramadlan

Diperbarui: 26 Juni 2015   03:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Saya tidak akan menyebut tulisan ini sebagai himbauan apalagi fatwa hukum agama, karena setahu saya tidak ada dalil yang menjelaskan hukum membuka atau menutup rumah makan saat Ramadlan, dan sepertinya juga tidak ada dalil yang menjelaskan tentang sweeping penutupan restoran pada bulan Ramadlan. Tulisan ini hanyalah opini pribadi yang boleh anda anggap superficial, saya akan selalu terbuka pada semua masukan.

Di tengah maraknya sweeping restoran dan tempat-tempat hiburan oleh ormas Islam, saya pribadi berpendapat membuka warung atau rumah makan di siang hari pada bulan Ramadlan (terutama di Indonesia) adalah hak yang boleh dilakukan atau tidak dilakukan. Alasannya adalah karena tidak semua penduduk Indonesia diwajibkan berpuasa pada bulan Ramadlan ini, ada penduduk beragama Katolik, Protestan, Hindu, dan Budha yang tidak diwajibkan berpuasa. Bahkan tidak semua umat Islam diwajibkan berpuasa pada bulan Ramadlan, dan ada beberapa diantaranya sangat membutuhkan warung atau restoran untuk makan yaitu seorang musafir yang sedang bepergian jauh.

Kalau kita menuntut pengusaha warung makan dan restoran untuk bertoleransi menghormati kita yang sedang berpuasa, kenapa kita tidak melakukan hal yang sama yaitu toleransi dan menghormati orang yang tidak berpuasa. Toleransi terhadap kaum minoritas juga salah satu syarat untuk terwujudnya kerukunan umat beragama dan ketahanan negara terhadap perpecahan internal.

Jadi, kembali menurut saya, Warung dan Restoran tidak harus ditutup pada siang hari di bulan Ramadlan, yang lebih penting adalah penghormatan kepada mayoritas umat Islam yang sedang berpuasa dengan membatasi aktifitasnya. Misalkan, kalau di luar Ramadlan warung dan restoran dengan terbuka memamerkan dagangannya, maka pada siang bulan Ramadlan akan sangat baik jika membatasi aktifitasnya dengan memberikan tirai agar barang dagangannya tidak langsung terlihat dari luar dan menggoda orang yang sedang berpuasa.

Yang tidak puasa menghormati yang sedang puasa, dan sebaliknya yang berpuasa menoleransi orang yang tidak berpuasa. Yang besar menyayangi yang kecil, dan yang kecil menghormati yang besar. Kalau yang demikian bisa berjalan dengan baik, Insya Allah berita tawuran, bentrok, pengerusakan, dan aksi kekerasan yang membuat hati pilu dan sering di-publish oleh media elektronik dan cetak akan berkurang. Kedamaian dan keramah tamahan Indonesia yang pernah terkenal akan terwujud kembali. Inna Allah 'ala kulli syaiin Qodir (Sesungguhnya Allah maha Kuasa untuk melaksanakan sesuatu).




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline