Lihat ke Halaman Asli

Kanzi Pratama A.N

Salam hangat.

Korupsi dan Radikalisme sebagai Tantangan Keindonesiaan dan Solusi Mengatasinya

Diperbarui: 15 Desember 2020   07:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Korupsi dan radikalisme merupakan permasalahan terkini yang dihadapi bangsa. Perlu dipahami bahwa korupsi merupakan tindakan yang dilakukan oleh individu maupun kelompok dalam upaya menguntungkan diri sendiri. Sedangkan radikalisme merupakan paham yang menginginkan terjadinya perubahan, khususnya dalam bidang sosial politik dengan cara kekerasan. Kedua permasalahan ini tentu akan sangat menganggu jalannya pemerintahan. 

Namun sebelum itu, sikap korup dan radikal dapat ditimbulkan oleh beberapa faktor seperti: proses penyusunan kebijakan yang tidak transparan, kebijakan-kebijakan yang tidak pro rakyat, longgarnya peraturan perundang-undangan, sikap dan mental yang ingin serba instan, minimnya pengawasan aparat terhadap penegakan hukum, vested interest dan sikap apatis rakyat. Korupsi dalam bidang politik dapat mepersulit demokrasi dan tata pemerintahan. 

Dalam sistem pengadilan, korupsi dapat dapat menghentikan ketertiban hukum. Dalam pemerintahan publik, korupsi dapat menyebabkan ketimpangan dalam pelayanan masyarakat. Secara sederhana, korupsi mampu mengikis kemampuan institusi pemerintah dan swasta dalam penyedotan sumber daya dan hierarki struktural. 

Di sisi lain, korupsi mempersulit legitimasi pemerintahan dan nilai demokrasi seperti kepercayaan dan toleransi. Berbeda dengan korupsi, radikalisme menekankan kepada kelompok-kelompok radikal lebih sering menggunakan agama sebagai tameng dalam melegitimasi tindakan dan perbuatan. Sikap ekstrimis yang timbul akibat radikalisme yang masif tentu mengacaukan suasana keutuhan umat beragama.

Yang perlu diingat adalah sakralitas agama sebagai nilai-nilai dasar agama yang sangat fundamental. Keindonesiaan dalam hal ini terdapat dua unsur yang berkaitan yaitu keadilan sosial dan kemajemukan-toleransi. Keadilan sosial bermakna mengutuk individu dan masyarakat yang anti-keadilan, dengan sistem ekonomi yang tidak produktif dan egois. Menurut Cak Nur, egaliterianisme radikal sejalan dengan konsekuensi agama monoteis.  

Dalam agama monoteis terdapat misi profetik yang mengandung efek langsung pada bidang ekonomi, sosial dan budaya serta ikonoklasme. Dalam hal kemajemukan-toleransi, keamjemukan dapat dikatakan sebagai potensi dan ancaman. Kemajemukan dikatakan potensi apabila masyarakat dapat saling mengisi dan mampu bekerja sama. Ancaman apabila masyarakat tidak dapat menerima perbedaan sehingga sikap positif diperlukan dalam menyikapi kemajemukan dalam wujud toleransi. 

Sejak masa Nabi Muhammad, diajarkan sikap saling menghormati dan menghargai agama, ras, etnis dan budaya individu maupun kelompok atau pun masyarakat lain. Dapat disimpulkan bahwa dalam menyikapi korupsi dan radikalisme diperlukan transparansi pengelolaan keuangan negara, kebijakan-kebijakan yang telah dipikirkan matang-matang serta peningkatan pengawasan terhadap peraturan perundang-undangan.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline