Anakku jatuh sakit. Panas. Usianya baru menginjak 10 bulan. Malam itu badannya menyengat, demam tinggi. Ibunya gelisah dan berantakan. Sementara aku, bergulat dalam kebingungan. Tak tahu apa yang harus kulakukan. Puskesmas sudah tutup sejak tadi sore. Sementara, membawanya ke rumah sakit membutuhkan biaya besar. Aku sedang tidak memiliki uang cukup untuk berobat.
Dalam bingung itu, kusambar telepon yang tergeletak tak terurus di atas meja. Lalu, kupencet menelepon orangtua di kampung. Aku curhat-kan semua kegelisahan tentang anakku yang panas badannya makin menggila. “Coba saja pakai obat alami untuk menurunkan panas, air kelapa dicampur telur ayam kampung,” ucap ibuku di ujung telepon.
Kubuka dompet dan kuteliti, yang tersisa hanya selembar uang bernilai Rp 10.000. Aku pikir, uang tersebut cukup untuk membeli satu kelapa dan telur ayam kampung. Tanpa berlama-lama, aku pun langsung berangkat mencari kedua benda mujarab tersebut.
Malam makin agak larut, aku singgah di sebuah warung dan kutanyakan telur ayam kampung. Tukang warung itu hanya menggelengkan kepalanya pertanda kalau telur itu tidak ada. Lalu, aku pun mencari warung lainnya dan kutanyakan hal serupa. Jawabannya kompak, telur ayam kampung tidak ada, kalau telur ayam negeri banyak. Tapi bukan telur itu yang kucari.
Hampir satu jam aku berkeliling dari warung ke warung untuk mencari telur ayam kampung yang susahnya bukan main itu. Kalau di kampung, untuk mendapatkan telur ayam kampung ini bukan perkara susah. Tapi di kota seperti Jakarta ini, alamak… betapa susahnya!
Untuk mencari ide lain untuk memburu telur ayam kampung, aku mampir ke penjual es kelapa muda yang kebetulan masih ada yang buka. Satu buah kelapa harganya Rp 6.000. Karena aku hanya membeli airnya saja, dapat potongan harga Rp 2.000 menjadi Rp Rp 4.000. Uang di sakuku untuk budget telur ayam kampung hanya tersisa Rp 6.000.
Sempat aku berpikir untuk mencarinya di supermarket. Tapi dengan uang hanya Rp 6.000, yang benar saja! Harga di supermarket biasanya lebih mahal. Itu pun belum tentu bisa beli satuan. Dalam keputusasaan itu, aku coba-coba untuk mampir ke Alfamart yang jaraknya sebenarnya tak terlalu jauh dengan rumahku. Sebelumnya, aku pun sudah coba ke toko lain yang mirip dengan Alfamart, tapi barang itu tidak ada juga. Yang berjajar hanya telur-telur ayam negeri hingga bertumpuk-tumpuk.
Awalnya, aku sempat pesimis. Tapi tidak ada salahnya kalau mencoba untuk mampir sejenak. “Selamat malam, Kakak,” ujar salah satu pramuniaga dengan ramah. Tak banyak basa-basi, aku pun langsung bertanya kepada pramuniaga itu tentang telur ayam kampung. “Ada, Kak. Di sebelah sana,” ujarnya, sambil menunjukkan ke salah satu penjuru toko.
Hatiku langsung tersenyum ketika mendengar jawabnya. Aku pun langsung menghampiri tempat yang ditunjukkannya. Memang, benar ada setumpuk telur ayam negeri yang diatasnya ada beberapa bungkus telur berwarna keputihan dan bentuknya lebih kecil. “Alhamdulilah… Ya, inilah telur yang kucari!” gerutuku.
Tapi kegembiraanku hanya sejenak menari, karena telur ayam kampung itu telah terbungkus rapi dalam sebuah wadah berbahan plastik. Satu bungkusnya ada sekitar 6-8 butir telur. Kulihat dompet berkali-kali, uang yang kumiliki tetap saja tak berubah, hanya tersisa recehan sebesar Rp 6.000. Sudah kutebak, harganya pasti lebih dari Rp 10.000 untuk sebungkus telur itu. Dan, aku mana mungkin bisa bon atau ngutang dulu kalau belanjanya di Alfamart.
Dengan sedikit rasa was was, kuberanikan diri untuk bertanya,” Mba, telurnya bisa diketeng (beli satuan) gak ya? Kebetulan, saya hanya butuh 1 atau 2 telur saja,” kataku. Pramuniaga itu terlihat sedikit berkonsultasi dengan yang lainnya. Lalu, ia mengangguk sambil berkata, “Ya bisa, Kak. Mau beli berapa?” tanyanya.
Hatiku kembali menari. Kali ini lebih lama dari yang pertama. Karena sudah pasti aku bisa pulang dengan telur ayam kampung dan air kelapa. Harga satu telurnya sekitar Rp 2.000, aku pun beli 2 butir. Masih ada sisa uang Rp 2.000 lagi.
Dengan sedikit tergesa, aku pun langsung pulang ke rumah. Di rumah, anakku masih terus merengek tanpa henti. Sementara ibunya nampak makin kucel dengan tatapan capek. Kutuang air kelapa dan kuning telur ayam kampung itu dalam gelas, lalu kuaduk rata. Setelah itu, sedikit demi sedikit diminumkan pada anakku.
Alhamdulillah, setelah itu ia pun bisa tidur. Dan esoknya demamnya sedikit menurun. Terima kasih, Alfamart…
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI