Lihat ke Halaman Asli

Agus Setyarso

Hobby Menulis

Setan-setan Perempuan

Diperbarui: 4 Desember 2018   19:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kenapa film horor setannya kebanyakan perempuan? tanya seorang teman, selepas menonton film horor. Kami tertawa dan sesekali membuat kalimat itu menjadi bahan bercanda diantara temen-temen perempuan. Awalnya saya menganggap pertanyaan ini sederhana dan biasa saja. Namun, saya berusaha mencari jawaban karena teman-teman perempuan hampir tak bisa membela diri. Pasalnya, sebagian besar tokoh film horor selalu menampilkan perempuan sosok yang menyeramkan.

Jika ditelaah lebih dalam, ternyata perwujudan sosok perempuan seram telah melekat di dalam masyarakat. Misalkan kuntilanak, wewe gombel, sundel bolong, dll. Belum lagi mitologi-mitologi sosok perempuan yang terkait dengan cerita mistis asal-usul nama tempat, lokasi-lokasi angker maupun kejadian-kejadian aneh. Informasi cerita horor ternyata juga hadir dari luar negeri melalui industri perfilman, seperti cerita hantu valak. Lalu, mengapa perempuan selalu menarik sebagai tokoh setan?

Setan adalah mahkluk yang aktifitasnya menyesatkan kehidupan manusia. Untuk itu, agama mengajarkan manusia harus mengalahkan setan dengan segala tipu dayanya. Di sini ada unsur kuasa bahwa derajat manusia lebih tinggi daripada setan. Bagaimana dengan visualisasi sosok perempuan yang menyeramkan? Tentu konseptualisasinya condong ke arah kekuasaan politik yang terkait dengan budaya patriakhi di dalam masyarakat.

Tubuh perempuan dieksploitasi dengan bentuk yang menyeramkan, seperti wajah kuntilanak yang pucat, sundel bolong digambarkan dengan sosok perempuan yang punggungnya berlubang penuh cacing, dan wewe gombel yang payudaranya besar dll. Menurut Barbara Creed, sifat jahat perempuan disertai bentuk tubuh yang seram itu disebut monstrous feminine. Perempuan dikonstruksikan sebagai monster. Dalam rangka apa? untuk disingkirkan karena dapat mengancam identitas maskulinitas dalam budaya patriakhi.

Hal ini yang kita temui dalam cerita-cerita horor yang seringkali tidak mempertimbangkan prinsip-prinsip etika keadilan, khususnya keadilan gender. Dalam kehidupan sehari-hari saja kita masih mengukur keadilan bagi perempuan dari perspektif laki-laki. Kultur-kultur patriakhi inilah yang kini menjadi tantangan feminisme untuk menempatkan kesetaraan gender dalam masyarakat.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline