Lihat ke Halaman Asli

Muhammad Khoirul Wafa

Santri, Penulis lepas

Mengapa Kita Perlu Memisahkan Dua Rakaat Tarawih dengan Doa atau Bacaan Taradhi?

Diperbarui: 19 April 2021   03:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kaltim.tribunnews.com

Tatkala jamaah tarawih di masjid atau surau didirikan, pada beberapa tempat kita mungkin akan sering mendengar imam atau bilal salat menyerukan dengan lantang di sela-sela jeda rakaat, nama para sahabat yang menjadi khulafaur rasyidin. 

"Al-khalifatul ula sayyidina Abu Bakar as-Shiddiq...

Demikian kurang lebih. Lalu dengan serempak jamaah yang hadir pun akan menjawab, 

"Radhiyallahu'anhu..." 

Lalu ada pula yang selanjutnya disambung dengan bacaan shalawat. Bila tidak menyebutkan nama sahabat, atau membaca shalawat, biasanya rakaat tarawih dipisahkan dengan doa. 

Beberapa dari kita mungkin bertanya, perlukah hal tersebut? Mengapa harus dilakukan? Bahkan mungkin ada yang penasaran dengan dalilnya, mengingat yang menjadi pokok kesunahan itu sebenarnya hanya salat tarawihnya saja. Mengapa pula kok mesti ditambahkan bacaan taradhi (menyebutkan kalimat "radhiyallahu'anhu") juga? 

*** 

Sebenarnya, jika kita mau merenungkan lebih dalam dibalik tujuan para ulama dahulu membumikan bacaan taradhi, shalawat, atau doa pada saat tarawih, kita akan menemukan hal yang luar biasa dibalik itu. 

Bukan dilakukan semata-mata tanpa sebab, tanpa alasan, karena sebenarnya membiasakan bacaan taradhi, sholawat, juga doa ketika salat tarawih adalah suatu bentuk "ijtihad" mulia para ulama salaf. Sebuah upaya mentradisikan hal baik, yang sebenarnya tidak sama sekali merupakan bid'ah yang menyalahi sunnah. 

Berawal dari sebuah hadis, 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline