Lihat ke Halaman Asli

Di Puncak Rinjani, Aku Berjanji!

Diperbarui: 9 Juli 2020   09:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber gambar: fhoto@jbarathan

Apakah itu?
Dapatkah engkau menjelaskan dengan gamblang
Iya, bisa dengan satu syarat engkau harus mendengarkan, oke!
Baiklah, aku setuju.

Kisah ini berawal dari sebuah pengalaman yang tak terlupakan
Saat aku berada di puncak gunung 3.700 m dari permukaan laut
Awan berarak tipis menyentuh tubuh dingin terasa namun segar
Bunga abadi tumbuh subur merekah menghiasi lereng berbatu 

Pernakah engkau merasakan?
Merasakan apa?
Meraba awan dan menghirup udara segar di puncak gunung
Belum, ceritakanlah lagi, lanjutkan...

Saat kabut sutra putih mulai turun menutupi puncak gunung
Jarak pandang hanya 3 hingga 5 meter kedepan ini berbahaya!
Melangkah turun dengan cepat tak ingin terjebak badai angin
Hal ini sering terjadi hingga banyak para pendaki menghilang

Kau tahu sebabnya?
Karena terlalu asyik di puncak gunung terlambat untuk turun
Pandangan terbatas akhirnya tersesat keluar dari jalan setapak
Hilang dari pantauan diselimuti halimun tebal dingin menggigil

Apa yang asyik di puncak gunung hingga terlena?
Pemandang alam begitu indah sulit dilukiskan dengan kata-kata
Udaranya bersih segar memenuhi rongga dada hanya ada di sana
Begitu agung ciptaan Yang Maha Kuasa untuk kita nikmati 

"Satu hal mengajarkan kita, bahwa di puncak gunung kita bagai
debu tak berarti apa-apa juga bukan siapa-siapa, dibandingkan
alam begitu luasnya dengan segala kekayaan dan pesonanya.
Lalu, apa yang akan kita disombongkan!"

* Singosari, 9 Juli 2020 *
@jbarathan




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline