Lihat ke Halaman Asli

Inilah Dampak Buruk Tambang Emas di Pulau Buru

Diperbarui: 25 Juni 2015   01:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1344835475122183251

Kawasan Gunung Botak, Desa Wamsait, Kec. Waeapo, Kab. Buru memang telah menjadi areal tambang tradisional terbesar di Maluku, ribuan orang dari berbagai penjuru negeri berdatangan ke kawasan tersebut untuk mencari logam mulia yang saat ini berada di level Rp. 543.000,- per gramnya.

Aksi buka tutup areal tambang juga terus dilakukan oleh pemerintah setempat setelah timbulnya berbagai persoalan seperti bentrokan di kalangan penambang, prostitusi, miras dan lain sebagainya. Namun hal itu tidak juga menghentikan kegiatan tambang, justru malah menjadi-jadi karena pengelolaannya tergantung dari otoritas para pemilik lahan yang tidak peduli dengan lingkungan sekitarnya, yang terpenting adalah pundi-pundi uangnya terus terisi.

[caption id="attachment_199897" align="alignright" width="300" caption="Teluk Kayeli (lingkaran besar), Desa Wamsait (lingkaran kecil)"][/caption] Baru-baru ini persoalan lain muncul, yakni ditemukannya ikan yang mati bergelimpangan di Teluk Kayeli, Kab. Buru akibat perairan tersebut tercemar limbah air raksa yang diduga berasal dari proses penambangan emas di Sungai Waitina. Kejadian ini sudah berlangsung selama dua minggu, yang mengakibatkan masyarakat setempat enggan membeli ikan hasil tangkapan nelayan dari Teluk Kayeli.

Sedangkan untuk memenuhi kebutuhan ikan segar di Namlea, Kab. Buru, masyarakat terpaksa membelinya dari Pulau Ambon dan menyimpannya dalam kotak pendingin yang kemudian diangkut ke Namlea. Hal itu, menyebabkan pendapatan para nelayan di Teluk Kayeli menurun drastis.

“Kami berharap pemerintah bisa mengambil langkah yang lebih tegas untuk mengisolasi areal penambangan di kawasan Gunung Botak, Wamsait maupun kawasan Sungai Anhony karena banyak drum penampungan air raksa di daerah itu yang sewaktu-waktu bisa tumpah akibat banjir seperti kasus beberapa waktu lalu,” harap masyarakat setempat bernama Ibrahim Wael, Sabtu (11/8).

Kondisi ini seharusnya menjadi perhatian serius pemerintah setempat untuk sesegera mungkin membuat peraturan daerah bersama-sama dengan pihak legislatif tentang pengelolaan tambang rakyat atau tradisional di wilayah itu dalam rangka menjamin kehidupan masyarakat termasuk lingkungan sekitarnya.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline