Lihat ke Halaman Asli

Jose

Saya Hose merupakan seorang guru. Saya memiliki pengalaman mengajar masih sangat mudah, kurang lebih empat tahun. Dan saya memiliki kesempatan menulis kolaborasi serta memiliki karya pribadi.

Zaman Edan, Korban Perasaan, Astaga!

Diperbarui: 9 Februari 2023   23:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth


Suasana hati tergerus oleh informasi yang di dengar, dilihat pada chanel instagram Republika. Tak habis dibendung aksi yang dilakukan oleh seorang siswa SMK Serpong (Rabu, 8 Februari 2023) kepada gurunya.

Nurani tak lagi ditilik dengan rasa hormat kepada gurunya. Nampaknya emosi membludak seorang siswa termakan kebodohan yang tak habis pikir. Enyalah, laku tak dibarengi dengan sikap sopan santun kepada guru.

Kata tolol menjadi cibiran siswa kepada gurunya. "Hi anak, jiwa masih setengah hidup di bumi ini, usiamu masih seumur jagung. Perjalananmu masih hidup panjang, ingat! Camkanlah!"

Dunia pendidikan semakin suram perhatiannya terhadap marwa seorang guru. Siswa begitu mudah mengatakan kata-kata yang seharusnya ia lakukan. Ironis, bukan? Dimanakah letak kesadaran yang dibangun ketika mengikuti, mempelajari ilmu pengetahuan dan pembentukan karakter pada jenjang pendidikan sebelumnya?

Begitu mudah mengungkapkan kata "tolol" kepada seorang. Rasanya terhenyak tak memiliki arti, lebih dari penyesalan terhadap laku siswa tersebut.

Ini adalah kerja rodi yang harus dihadapi guru saat ini. Kecaman dari murid telah menghiasi langkah peradaban hidupnya di dunia pendidikan.

Indonesia merdeka telah mencapai 77 tahun yang lalu. Konon kecaman di jaman Belanda telah teranulir pada siswa saat ini. Apakah peristiwa ini telah digambarkan oleh pepatah: buah jatuh tidak jauh dari pohon. Apakah ini sudah cukup mewakili tidakan ironis siswa tersebut?

Tidak. Kita memiliki budaya tata laku, sopan santun yang telah diwariskan oleh nenek moyang kita. Hal yang perlu ditilik adalah apakah kita masih secara serius menerapkan di dalam keluarga?

Keluarga adalah ekosistem yang mengembangkan spesies tata laku seorang anak, sopan santun. Kita harus peka dengan hal ini. Kehidupan awal seorang anak bermula dari keluarga. Apakah keluarga sangat peka terhadap perilaku anaknya ketika berada di rumah? Misalnya ketika nonton TV, berselancar dengan gawai, posisi kakinya melipat, dan saat itu ada orang di rumah yang melihatnya. Apakah ada direct action kepada anak tersebut, atau menganggap hal itu biasa saja, lalu membiarkan seorang anak melakukan hal itu tanpa merasa kurang sopan.

Mengapa kita harus memberitahu tentang tingkah laku yang dianggap kurang sopan? Ya, kesadaran membantu kita untuk melakukan aksi, jika kita peka bawa tindakan seorang anak kurang baik, maka kita segera melakukan pengarahan tentang hal tersebut.

Hi, Rino kakinya di turunkan ya? Sambil berteriak, atau menyampaikannya dari jarak jauh. Bagaimana respon seorang anak jika ia mengalami hal ini? Apakah ini sebuah nasehat? Tidak. Ini adalah sebuah perintah, bukan sebuah didikan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline