Lihat ke Halaman Asli

Zahrotul Mujahidah

TERVERIFIKASI

Jika ada orang yang merasa baik, biarlah aku merasa menjadi manusia yang sebaliknya, agar aku tak terlena dan bisa mawas diri atas keburukanku

Ingin Sering War Takjil, Apa Daya Suami Tak Suka

Diperbarui: 6 Maret 2025   22:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi bahan kolak. Dokpri/jora

Beberapa tahun terakhir, setiap bulan Ramadan sering diidentikkan dengan war takjil. War takjil itu sendiri lebih pada bersaing untuk menceritakan menu takjil dengan warga yang beragama non Islam. Siapa yang cepat mencari, dialah yang mendapatkan menu takjilnya.

Sementara di sekitar tempat tinggal saya, kebetulan sampai hari kelima berpuasa, kondisi di beberapa titik penjual sekitar desa dan kecamatan, masih terhitung aman. Kondisi seperti ini akan lebih ramai saat hari raya Idulfitri semakin dekat karena banyak pemudik yang pulang ke kampung halaman.

Kalalupun membeli menu berbuka puasa, saya sendiri hanya membeli secukupnya saja. Mengingat di rumah hanya saya dan suami yang berpuasa. Anak-anak masih di pondok dan di rumah simbahnya (karena anak kedua tidak betah di pondok, dia minta pindah sekolah. Dan sekolah yang masih ada kuota siswa yang paling memungkinkan hanya di sana).

Kembali ke masalah war takjil. Saya lebih senang kalau membeli makanan seperti pecel dengan pelengkap berupa kembang turi. Menu kesukaan saya ini ternyata tak diminati suami. Saya sendiri sangat heran, pecel yang begitu nikmat dan mantap kok tidak disukainya. 

Sedangkan suami lebih senang kalau saya masak menu lainnya. Sementara urusan makanan pembuka untuk berbuka puasa, dia sangat menyukai kolak. Pernah saya membeli es cendol tapi akhirnya hanya saya yang menghabiskan. Dan mau tak mau saya membuat kolak sendiri daripada setiap suami ingin makan kolak tapi sulit dicari di beberapa pedagang langganan.

Ada pengalaman saya saat mencari kolak, meski tergolong di awal waktu, kolak tadi belum ada. Menurut si penjual, belum ada setoran dari produsen. Saya pikir penjual tadi memasak sendiri, ternyata untuk kolak sudah ada yang menitipkan jualannya. Di hari berikutnya saya mencoba datang agak sore. Apa yang terjadi ketika saya ke sana lagi di waktu yang berbeda? Saya cari-cari pada deretan makanan, tak saya temukan si kolak tadi. 

"Nggak ada kolak lagi ya, Mbak?"

"Tadi ada, Mbak. Tapi Mbaknya kayaknya kesorean ke sininya."

"Ya Allah, jam segini kesorean?"

"Iya, Mbak. Soalnya ini yang setor cuma satu orang."

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline