Lihat ke Halaman Asli

Joko Yuliyanto

pendiri komunitas Seniman NU

Pentas Produksi Tetaer Gadhang ke-25 : Rumah Sakit Jiwa (N. Riantiarno)

Diperbarui: 11 September 2017   14:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dok.pribadi

 kami membutuhkan orang yang berkarya, selebihnya kita kerjakan bersama

@teater_gadhang

Dengan bangga Kelompok Kerja Teater Gadhang kembali mempersembahkan pentas produksi yang ke-25 dengan judul naskah RSJ (Rumah Sakit Jiwa) karya N. Riantiarno. Pentas kali ini akan diselenggarakan pada tanggal 3 Oktober 2017 di Teater Arena Taman Budaya Jawa Tengah dan disutradari oleh Fabriyan Gunaldi (2013).Naskah RSJ pertama kali dipentaskan pada tahun 1991 sebagai wujud kritik sosial terhadap kekuasaan. Dengan pertunjukan bertajuk kolosal, Teater Gadhang akan menampilkan sesuatu yang baru dengan gaya penyutradaraan yang semi-realis. Pentas produksi juga merupakan sebuah wujud karya yang selalu ingin ditunjukan teater kampus sebagai eksistensi seniman muda kampus. 

Ringkasan CeritaRogusta sebagai tokoh utama pertunjukan, ingin menerapakan metode penyembuhan penyakit jiwa yang lebih manusiawi. Di Rumah Sakit Jiwa barunya itu ia melihat bagaimana perilaku yang tidak pantas dilakukan sebagai terapi penyembuhan. Sidarta sebagai pimpinan RSJ, merasa direndahkan dengan beberapa petuah atau nasihat yang disampaikan Rogusta. Ia merasa terancam dan menjadi berang terhadap Rogusta. Kemudian juga kedua asisten Sidarta merasa disaingi dan tersingkir dengan kehadiran Rogusta sebagai dokter yang sok pintar.

Rogusta juga ingin berlari dari masa lalunya, namun tidak pernah bisa. Bayangan bapak dan ibunya selalu menghantui dimanapun Rogusta berada. Penampakan yang demikian membuat Rogusta menjadi kehilangan rasa, tuli, dan bisu. Ada rasa ketakutan dan kecemasan yang setiap saat melanda Rogusta.Kemunculan berbagai karakter pasien dalam RSJ menambah warna baru dengan gagasan yang indah. 

Sosok Marsinah sebagai pemilik RSJ juga menarik untuk disimak. Naskah yang berceria tentang keputus-asaan Rogusta menghadapi sistem yang sudah bertahun-tahun dijalankan. Kemunafikan Marsinah dan Sidarta serta kelicikan asisten Murdiwan dan Tunggul.Siapakah Rogusta? Mengapa ia harus berkata: 'Aku merasa dunia sedang berubah menjadi sebuah rumah sakit jiwa. Dokter-dokternya bersembunyi di balik tabir tak tembus pandang. Suara mereka hanya gema-gema, tak pernah jelas apa maknanya.Dan aku ada di sana ....'Naskah yang sangat unik dan menarik untuk ditafsirkan melalui berbagai pendekatan. Kritik sosial dan kepekaan individu manusia. 

Tentang sebuah pertanyaan "Siapa yang gila?" Apakah pasien? Rogusta? Sidarta? Marsinah? Murdiwan? Tunggul? Sistem? Atau penonton? Atau malah kita sendiri?Barangkali hanya kita sendiri yang bisa menjawabnya... Tentang Sutradara @fabryan_g Nama lengkapnya Fabriyan Gunaldi, biasa dipanggil "Bray". Pemuda kelahiran 22 tahun silam ini sudah malang melintang dalam dunia perteateran. Sempat menjadi ketua Teater Gadhang tahun 2015 dan pernah menyutradari 2 pementasan besar (Orang Kasar dan Mayat-Mayat Cinta) serta beberapa pementasan isidental lainnya. 

Selain sebagai penggarap, ia juga kerap memainkan pementasan Teater Gadhang seperti Klop, Gulipat, TIK, Endonesa, Lelakon dan lain-lain.Dalam proses penggarapan Bray cukup kreaktif dalam mengolah aktor dan penyesuaian beberapa elemen dibelakangnya. Meski bertajuk pementasan kolosal, namun ia yakin tetap akan menampilkan pementasan yang berkualitas. Seperti yang selalu menjadi wejangannya "seniman ki sing penting teteg" (Seniman itu yang penting yakin). Semangat yang ditujukan ini selalu berusaha dialirkan kepada pemain dan kru pementasan.Pemuda asli Lumajang ini juga aktif diberbagai kegiatan seni teater lainnya. Selain aktif kegiatan teater kampus, juga begitu aktif dalam perteateran pelajar Solo (SMA). 

Beberapa kali mengikuti workshop perteateran, termasuk dengan Agus Noor. Meski ini merupakan pementasan produksi pertama yang notabene proker akbar Teater Gadhang, namun selalu menarik untuk disaksikan kejutan apa yang akan diberikan oleh Bray kepada penonton... Chong!! Tentang PenulisBerikut biografi penulis yang saya ambil dari situs resmi Teater Koma.N. Riantiarno (Aktor, Penulis, Sutradara) Lahir di Cirebon, Jawa Barat, 6 Juni 1949. Berteater sejak 1965, di Cirebon. Tamat SMA, 1967, melanjutkan kuliah di Akademi Teater Nasional Indonesia, ATNI, Jakarta. Bergabung dengan Teguh Karya dan ikut mendirikan TEATER POPULER, 1968. Masuk Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, 1971.Mendirikan TEATER KOMA, 1 Maret 1977. Hingga 2006, menggelar sekitar 111 produksi panggung dan televisi. Menulis sebagian besar karya panggungnya, antara lain; Rumah Kertas, J.J Atawa Jian Juhro,Maaf.Maaf.Maaf, 

Kontes 1980, Trilogi OPERA KECOA (Bom Waktu, Opera Kecoa, Opera Julini), KonglomeratBurisrawa, Pialang Segitiga Emas, Suksesi, Opera Primadona, Sampek Engtay, Banci Gugat, Opera Ular Putih, RSJ atau Rumah Sakit Jiwa, Cinta Yang Serakah, Semar Gugat, Opera Sembelit, Presiden Burung-Burung, Republik Bagong, Tanda Cinta.Memanggungkan karya-karya penulis kelas dunia, antara lain; Woyzeck/Georg Buchner, The Threepenny Opera dan The Good Person of Shechzwan/Bertolt Brecht, The Comedy of Error dan Romeo Juliet/William Shakespeare, Women in Parliament/Aristophanes, Animal Farm/George Orwell, The Crucible/Arthur Miller, Orang Kaya Baru dan Tartuffe atau Republik Togog/Moliere, The Marriage of Figaro/Beaumarchaise.Menulis banyak skenario film dan televisi. Karya skenarionya, Jakarta Jakarta, meraih Piala Citra pada Festival Film Indonesia di Ujung Pandang, 1978. 

Karya sinetronnya, Karina meraih Piala Vidia pada Festival Film Indonesia di Jakarta, 1987. Meraih lima hadiah sayembara Penulisan Naskah Drama Dewan Kesenian Jakarta (1972-1973-1974-1975 dan 1998). Juga merebut hadiah Sayembara Naskah Drama Anak-anak dari Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1978, judul Jujur Itu .Dua novelnya, Ranjang Bayi dan Percintaan Senja, meraih hadiah Sayembara Novelet Majalah FEMINA dan Sayembara Novel Majalah KARTINI. Pada 1993, dianugerahi Hadiah Seni, Piagam Kesenian dan Kebudayaandari Departemen P&K, atas nama Pemerintah Republik Indonesia. Film layar lebar perdana karyanya, CEMENG2005 (The Last Primadona), 1995, diproduksi oleh Dewan Film Nasional Indonesia. Pada 1999 meraih penghargaan dari Forum Film Bandung untuk serial film televisi berjudul Kupu-kupu Ungu sebagai Penulis Skenario Terpuji 1999. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline