Lihat ke Halaman Asli

Johan Japardi

Penerjemah, epikur, saintis, pemerhati bahasa, poliglot, pengelana, dsb.

Saat Ramadan di Warung Nasi dalam Gang Sempit

Diperbarui: 10 Mei 2021   07:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokpri

Warung Nenek, 12 Januari 2010.

Setelah menulis artikel saya yang sebelum ini, saya ambil waktu berehat dan ketika terbangun, seakan saya membawa sadar sebuah mimpi singkat tentang sebuah warung nasi.

dokpri

Depan Gang Senina, Padang Bulan, Medan, 12 Januari 2010.

dokpri

Gang Senina, Padang Bulan, Medan (belok 10 meter ke kanan adalah Warung Nenek), 12 Januari 2010.

Warung nasi ini dikelola oleh seorang kakek dan istrinya, namun yang lebih dikenal orang sekitar warung ini adalah sang nenek. Setiap hari, warung ini penuh kesibukan, utamanya menjelang waktu sarapan, makan siang maupun makan malam, dapurnya terus ngebul mengeluarkan aroma aneka masakan kesukaan pelanggan.

dokpri

Warung Nenek, 12 Januari 2010.

dokpri

Dapur Warung Nenek, 12 Januari 2010.

Warung Nenek, demikian warung ini disebut, terletak di dalam sebuah gang sempit yang bernama Gang Senina (bahasa Karo untuk: Saudara), di wilayah Padang Bulan, Medan, di sekitar kampus USU. Pelanggan warung ini kebanyakan mahasiswa, termasuk beberapa teman kuliah yang kos di Gang Senina, satu di antara mereka bahkan persis di depan Warung Nenek. Saya ingat betul nomor rumah kos itu, Gang Senina No. 8.

Pelanggan ini terbagi ke dalam 2 kelompok:
1. Bayar Bulanan, pelanggan yang makan dengan bayaran untuk sebulan, entah di awal maupun di akhir bulan (berhutang sebulan), jatuhnya lebih murah dibanding bayar setiap kali makan.
2. Pelanggan biasa (termasuk saya) yang bayar setiap kali habis makan.

Di luar jam makan, Warung Nenek juga menyediakan gorengan setiap hari sehingga menjadi tempat berkumpul, ngofi dan kongko para mahasiswa yang membicarakan segala macam topik, mulai dari perkuliahan sampai isu hot yang sedang beredar.

Warung nenek berdiri sejak tahun 1960-an dan tak ternilai peranannya dalam menunjang kehidupan mahasiswa/mahasiswi USU. Banyak mahasiswa setelah lulus sengaja datang lagi ke warung itu untuk  merayakan keberhasilan mereka sekaligus menyampaikan terimakasih kepada kakek dan nenek. Hampir tidak ada di antara mereka yang tidak pernah sesekali mengalami keterlambatan pengiriman uang bulanan dari kampung, dan kakek dan neneklah yang membantu mereka, setidaknya mengizinkan penundaan pembayaran makan bulanan, kadang bahkan meminjamkan sedikit uang untuk menutupi biaya harian lainnya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline