Lihat ke Halaman Asli

Johan Japardi

Penerjemah, epikur, saintis, pemerhati bahasa, poliglot, pengelana, dsb.

Bunga Tak Sebanding Wanita

Diperbarui: 24 April 2021   11:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Diadaptasi dari: https://www.deviantart.com/a-thammasak/art/Chinese-4-Beauties-83679099

Empat Wanita Tercantik: Xi Shi, Wang Zhaojun, Diaochan, dan Yang Guifei.

Dalam karya sastra, kecantikan seorang wanita selalu dibandingkan dengan bunga

Mengapa perbandingan dibuat seperti ini? Ini terbalik, karena wanita itu tidak ada bandingannya, nomor wahid!
Akibatnya, terpaksalah orang yang hendak membuat perbandingan itu membalikkan urutannya. Perbandingan pun dilakukan kepada (bukan dari) si nomor dua, bunga! Lama kelamaan, orang pun mengira bungalah yang lebih unggul karena selalu dijadikan acuan perbandingan itu.

Salah seorang penulis yang sangat saya kagumi dan tulisannya saya gemari adalah Lin Yutang, yang mungkin dikenal hanya sebagai seorang penulis hebat, walaupun sekarang namanya seakan semakin "redup." Saya mengoleksi hampir 40 judul buku karya Lin Yutang dalam bahasa Inggris dan saya akan menuliskan sebuah artikel yang khusus membahas tentang Lin Yutang, tapi sekarang, dalam tahap introduksi, saya mau memberitahukan bahwa beliau bersahabat antara lain dengan Kawabata Yasunari, penulis Jepang yang memenangi hadiah nobel dalam bidang sastra pada 1968.

*Penulisan nama Jepang sudah ditertibkan oleh pemerintah Jepang, dan saya mengikuti aturan ini (nama belakang di depan karena ini adalah marga, dan nama depan di belakang, setelah marga). Kaidah Barat selalu menimbulkan kerancuan karena mereka menuliskan nama ini dengan Yasunari Kawabata. Lihat saja tautan ke halaman Wikipedia berbahasa Inggris, terbalik! Yang kena dampaknya antara lain adalah orang China dan orang lain yang menggunakan marga, dan yang mengikuti kaidah terbalik ini adalah misalnya orang Batak, marganya di belakang, padahal orang Batak juga sangat menghormati leluhur mereka.

Lin Yutang tadinya juga bersahabat dengan Pearl Sydenstricker Buck, novelis Amerika dan Pearl* inilah yang melihat bakat besar Lin Yutang dan menyemangati dia untuk mulai menulis. Entah kenapa belakangan mereka bermusuhan.

*Di sini saya menggunakan kebiasaan Indonesia karena saya janggal menyebutnya dengan nama belakang, Buck.

Cukup dulu introduksinya, sekarang kembali ke cerita bunga dan wanita.

Epigram adalah sebuah pernyataan satirik yang singkat, menarik, mudah diingat, dan kadang-kadang mengejutkan.

Dalam buku Lin Yutang yang berjudul The Importance of Living (Makna Hidup), saya menemukan epigram yang ditulis oleh Zhang Chao dalam bukunya Yumengying (Bayangan Mimpi Indah). Di sini saya terjemahkan kutipan dari buku yang dikutip oleh Lin Yutang itu, yang berkenaan dengan bunga dan wanita, yang saya kutip karena hanya Zhang Chaolah yang membuat perbandingan proporsiornal antara bunga dengan wanita, dan pemenangnya selalu wanita. Itu yang benar!

Orang tidak boleh melihat bunga menjadi layu, melihat rembulan tenggelam di bawah cakrawala, atau melihat wanita meninggal pada usia belia.
Orang harus melihat bunga tatkala sedang mekar, setelah menanam bunga itu; harus melihat bulan tatkala purnama, setelah menunggu bulan itu; harus melihat sebuah buku ditulis tuntas, setelah memulai menulisnya; dan harus melihat wanita tatkala mereka sedang sukaria dan bahagia. Jika tidak demikian, tujuan kita kalah. Orang harus melihat wanita cantik di depan meja rias tatkala mereka telah berbedak.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline