Lihat ke Halaman Asli

Johan Japardi

Penerjemah, epikur, saintis, pemerhati bahasa, poliglot, pengelana, dsb.

Kemampuan Berbahasa Asing Anda Begitu-begitu Saja? Metode Sim-ak Solusinya

Diperbarui: 16 April 2021   02:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokpri.

Pendahuluan
Semua cara pengucapan dalam artikel ini sudah saya cek silang dengan cara pengucapan di Penerjemah Google, mudah-mudahan saya tidak membuat kekeliruan.

Pada beberapa artikel sebelumnya, saya sudah mengungkit tentang Metode Sim-ak (Simplikasi-akselerasi) Johan Japardi, yang bisa diaplikasikan dalam pembelajaran apa saja, salah satunya adalah penerapan dalam pembelajaran Kanji Jepang (lihat: Cara Baca Kanji Berdasarkan Komparasi dengan Dialek Hokkien). Ini buku pertama dan satu-satunya di dunia.

Meningkatkan Kemampuan Berbahasa Inggris
Konsep-konsep yang melatarbelakangi dan mendukung artikel ini bisa dilihat pada artikel: Logika Belajar Apa Saja.
Terlebih dahulu tertibkan cara pengucapan Anda dalam bahasa Indonesia sendiri. Mulailah dengan mengoreksi pendengaran, selanjutnya pengucapan bahasa Indonesia, tak ada gunanya mengikuti kebiasaan orang banyak.

1. o atau ou?
Yang akan saya bahas adalah hal yang sangat sepele bukan, o atau ou? 

Tapi saya memulai terlebih dulu dengan e (yang ini dibaca bagaimana?)

Karena alasan penyederhanaan penulisan, sejak Ejaan Soewandi sampai sekarang (Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan), pembedaan bunyi vokal ini tidak dipakai lagi, misalnya kata “sepele” itu sendiri, yang penulisannya dalam aksara Jawa ter-Latinkan membedakan antara e pepet dengan e taling (e berdiakritik atau é), yaitu "sepélé."

Keadaan ini membuka peluang terjadinya ketidaktepatan dalam pengucapan sehingga kadang-kadang terjadi kelucuan, antara lain pengucapan kata lembék menjadi lémbék oleh orang Batak yang memang lebih suka menggunakan é ketimbang e. Kata-kata lain yang kadang-kadang terdengar dalam bahasa lisan mereka: "méngapa?" ketimbang "mengapa?," "pérgi ké mana kau?" ketimbang "pergi ke mana kau?," "bétul" ketimbang "betul," "péning aku" (yang sering kita dengar diucapkan oleh Poltak si Raja Minyak), ketimbang "pening aku" dan pada gilirannya tidak bisa lagi membedakan antara "lébar" (wide atau width dalam bahasa Inggris) dengan "lebar" yang berasal dari bahasa Jawa yang artinya selesai (berpuasa selama bulan Ramadhan). Yang lebih menarik lagi, ada orang Batak yang mengucapkan "mémang" menjadi "memang" karena khawatir kalau diucapkan “mémang” malah menjadi salah.

Lebih lanjut mengenai e pepet dan e taling ini, dalam bahasa Jepang hanya dikenal e taling: hajimémashité (senang bertemu dengan Anda), génki (sehat), éhon (buku  bergambar), dll. Bila ada kata serapan dari bahasa asing yang mengandung e pepet, maka e pepetnya dijadikan “a," "aa" ("a" panjang)” atau “o”: personal computer menjadi paasonarukonpyuutaa (atau bisa ditulis dengan pāsonarukonpyūtā), yang kemudian disingkat menjadi pasokon.

Bahasa Jepang memiliki keterbatasan pengucapan tertentu tetapi konsisten dalam membedakan bunyi vokal, misalnya "domo arigatōgozaimasu" (banyak terima kasih) yang dibaca "domo arigatougozaimasu."*

*Saya lebih suka menuliskannya tanpa tanda makron, karena penggunaan tanda ini (di antaranya oleh pnerjemah Google) membuat kita tidak bisa membedakan "ou" dengan "oo" yang sama-sama direpresentasikan oleh "ō." Contoh:
Doushite (mengapa): dōshite
Ooki (besar): ōki
Kacau juga makron ini.

Di sini jelas-jelas bunyi “o” (seperti pada kata “orang”) dibedakan dengan ō (seperti pada kata “Sutéjō” yang dibaca “Sutéjou” dan bukan “Sutéjo.”)

Saya memperhatikan, yang jadi MASALAH BESAR, kebanyakan orang lebih suka menggunakan “o” ketimbang “ou,” sehingga banyak “ou” yang diucapkan secara keliru sebagai “o.” Contohnya sangat banyak.
1. episode seharusnya dibaca épisoud, bukan épisod.
2. expose seharusnya dibaca ekspous, bukan ekspos.
3. “no” dalam “deal or no deal” seharusnya dibaca sebagai “nou” bukan "no" yang menimbulkan kesan bahwa yang dibaca adalah “nor.”
4. “oplos” berasal dari bahasa Belanda dan orang Belanda sendiri pada umumnya membacanya sebagai “ouplous” walaupun ada yang membacanya “ouplos,” tetapi kita membacanya seperti bahasa Afrikans yang juga mengadopsi kata tersebut, yaitu “oplos.”

Catatan:
Arti kata oplos sendiri adalah “melarutkan,” tetapi dalam bahasa Indonesia menjadi “mencampurkan" (sesuatu dengan yang mutunya lebih rendah, bahkan untuk zat padat seperti beras).

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline