Lihat ke Halaman Asli

Joko Martono

TERVERIFIKASI

penulis lepas

Selalu Mengandalkan Kuantitas

Diperbarui: 22 Mei 2022   23:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi dari shutterstock.com

Kebiasaan yang berlangsung di tengah kehidupan secara turun-temurun atau tular-menular tanpa disadari, apalagi tanpa dikritisi seringkali membuat lengah sehingga upaya pemecahan masalah yang sedang/akan dihadapi kurang mendapat penyelesaian secara menyeluruh dan mendalam.

Seperti halnya hingga saat ini masih banyak pemikiran yang menyebut bahwa suatu keberhasilan atau kesuksesan selalu mengandalkan kuantitas, dikaitkan dengan jumlah capaian yang disimbolkan dengan angka-angka. Output lebih sering dikemukakan, namun outcome-nya jarang dibahas.

Jumlah angka terbanyak, terbesar, tertinggi atau yang mendominasi dari jumlah keseluruhan populasi lebih menjadikan ukuran keberhasilan. Sebagai salah satu implikasi atas pemikiran tersebut maka jumlah yang kecil/sedikit dianggap kurang bermutu alias tidak penting (cenderung diabaikan).

Barang tentu penalaran atau cara berpikir tersebut perlu mendapat atensi bersama, sehingga jangan sampai kita terjebak manakala menangani setiap persoalan hanya melihat dari satu sisi dan mengabaikan sisi lainnya.

Memang tidaklah keliru bilamana indikator keberhasilan dilihat berdasarkan angka-angka maupun besaran persentase yang telah diraih. Akan tetapi tidak semua masalah hanya bisa diukur keberhasilannya mendasarkan pada kuantifikasi atau jumlah berupa angka saja.

Dalam kehidupan sosial misalnya, gejala peristiwanya yang sering berubah-ubah atau fenomenanya berfluktuasi dari waktu ke waktu -- bagaimaka mungkin bisa diukur dengan angka-angka?

Semisal dapat dicontohkan, kesetiaan, kejujuran, ketaatan seseorang karyawan/pekerja yang dinilai dengan angka 90 sangat boleh jadi malah lebih loyal, lebih jujur; lebih taat mereka yang diberi nilai 80. Bukankah hal demikian sangat subjektif? Sangat bergantung pada siapa yang memberikan nilai atau dalam konteks apa.

Contoh lain yang pernah kita baca atau dengar lewat media bahwa pengamanan lalu lintas di musim mudik lebaran 2022 diklaim berhasil berdasarkan jumlah kecelakaan lalu lintas yang angkanya terjadi penurunan 31 persen dibanding tahun-tahun sebelumnya.

Hal itu dapat diketahui dari data Integrated Road Safety Management System bahwa jumlah laka hingga 8 Mei 2022 tercatat 267 kasus, terdiri 29 meninggal, 39 luka berat dan 280 luka ringan. Penurunan angka ini dianggap sebuah keberhasilan, walaupun masih ditemui nyawa manusia melayang tanpa diungkap lebih jauh makna yang melatar belakangi atau tercakup dalam fakta tersebut.

Gambaran sekilas di atas cenderung dan seolah menjadikan kelaziman bahwa sukses atau tidaknya pelaksanaan suatu program/kegiatan hanya dilihat dari produk berupa angka-angka sebagai parameternya.  

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline