Lihat ke Halaman Asli

Armin Yubu

Freelance

Mendulang Rupiah di Pinggiran Smelter

Diperbarui: 24 Februari 2024   14:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

"Tante, saya nasi kuning ikan pake telur dadar. Kasi banyak ricanya tante. Saya duluan tante, apa sudah terlambat saya ini," teriak pelan seorang karyawan pabrik dengan dialek khas daerah Bungku kepada Mak Indah.

Suatu pagi yang riuh, tempat jualan nasi kuning Mak Indah seperti hari-hari sebelumnya. Ramai dengan karyawan yang hendak masuk dan pulang dari tempat kerja mereka. 

Dikalangan karyawan Kawasan Industri PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP), warung nasi kuning Mak Indah terbilang cukup populer dari sekian ratus penjual nasi kuning di Bahodopi, Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah. Alasannya, porsinya yang cukup banyak namun harganya sangat pas di kantong. Cuma Rp 10.000 per porsi.

Mak Indah, panggilan akrab Nursia Asis (41), sudah hampir 7 tahun menggeluti usaha jualan nasi kuning di Bahodopi. Di warung yang ia dirikan sejak Januari 2014 silam dan berjarak sekitar 500 meter dari kawasan industri PT IMIP, setiap harinya, ibu Nur memasak 47-50 kilogram beras untuk kebutuhan jualan nasi kuning. 

Hasilnya, omzet yang ia terima setiap hari berkisar diangka Rp 700 ribu sampai dengan Rp 1 juta. Jika dirata-ratakan, dalam sebulan omzet yang ia dapatkan lebih dari Rp 20 juta. Itu keuntungan bersih yang diterima setelah dikeluarkan belanja bahan sekitar Rp 5 juta, upah karyawan, dan upah kerja untuk dirinya sendiri.

Mak Indah tidak bekerja sendiri. Ia dibantu dua orang karyawan. Upah atau gaji yang ia berikan bervariasi. Satu karyawan diberikan upah Rp 1,5 juta, dan satunya lagi diberikan upah Rp 1,2 juta. 

Alasannya berdasarkan masa kerja dari dua karyawan itu. Selain upah bulanan, Mak Indah juga memberikan upah harian kepada keduanya sebesar Rp 20 ribu sampai Rp 40 ribu.

Usaha jualan nasi kuning yang dimiliki Mak Indah tidak dibangun dengan mudah. Sebelum terbilang sukses seperti saat ini, ia harus berjibaku dengan waktu menghabiskan banyak energi, tenaga dan pikiran. Modal usaha yang dimiliki pertama kali pun pas-pasan.

Saat ditemui pada Selasa (21/7/2020), Mak Indah berkisah pada Januari 2014 silam adalah awal dari semuanya. Waktu itu, ibu Nur bertolak dari Flores, Nusa Tenggara Timur. Flores bukan kampung halamannya. 

Sekitar tahun 80-an, kedua orangtuanya meninggalkan Kota Bau-bau, Sulawesi Tenggara dan menetap di Flores. Ia dan 7 saudaranya ikut serta dalam rombongan itu. Ibu Nur menghabiskan masa remaja di Flores.

"Awal saya datang di Morowali tahun 2008. Pertama saya tinggal itu di Bente, Bungku. Satu bulan saya di sana bersama suami dan dua orang anak. Setelah itu kami pindah ke Kaleroang. Setahun kami di sana kemudian pindah ke Bahodopi sekitar tahun 2010," kenang Mak Indah.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline