Lihat ke Halaman Asli

Hati Hati Fintech Bisa Bikin Ekonomi Lesu

Diperbarui: 26 Juli 2018   08:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

Jika ada yang belum paham apa itu Fintech, boleh saya sederhanakan saja bahwa Fintech adalah cara berhutang secara Online atau Lewat Aplikasi Online. Bisnis ini sebenarnya metamorfosa dari KTA (Kredit Tanpa Agunan) yang disajikan dalam bentuk online. Pertanyaannya mengapa Fintech bisa bikin ekonomi lesu?

Lebih Jahat dari Kredit Konsumsi: 

Secara teoritis, kredit yang paling produktif dan aman adalah kredit investasi. Kredit investasi aman karena ada agunannya selain itu digunakan untuk hal produktif, misalkan membangun pabrik atau membangun bisnis di sektor riil. Kredit konsumsi seperti kredit KPR atau KKB masih cukup bagus walaupun tidak secara langsung digunakan untuk usaha produktif, kredit ini masih bisa membantu saving bagi yang meminjam. 

Misalkan KPR membantu orang untuk tidak perlu tiap tahun menyewa rumah, begitu juga KKB jelas bahwa biaya angkutan umum dan taxi sejauh ini lebih mahal dibanding memiliki kendaraan sendiri. Jadi Baik KPR maupun KKB relatif banyak sisi positifnya dari sisi peminjam. Sedangkan Fintech yang sejatinya sama dengan KTA, jelas kredit ini lebih ke life style dan kurang produktif. KTA karena berupa uang cash, maka orang akan cenderung menggunakannya untuk membeli gadget terbaru, ticket pesawat, sewa kamar hotel, atau sekedar biaya hangout dan ke salon.

Bunga Tinggi:

Memang urusan pinjam meminjam ini, konsumen seringkali di bingungkan oleh klaim bunga atau besaran bunga yang tidak transparan. Karena Fintech ini lebih mirip KTA yang tanpa agunan otomotis pihak peminjam akan memberikan bunga tinggi karena resiko gagal bayarnya juga besar. Disisi peminjam, karena ini jenis utang tidak produktif dan tanpa agunan, peminjam akan cenderung kesulitan membayarnya. 

Akibatnya kasus gagal bayar dan peminjam harus merepotkan sanak saudara untuk melunasi pinjaman di fintech menjadi pakem yang umum di akhir drama Fintech. Artinya secara bisnis, Fintech ini tidak sustainable karena rawan kredit macet. Secara perekonomian nasional jika banyak masyarakat yang terkait kredit macet jelas ini akan mempengaruhi produktivitas secara nasional menjadi turun. Orang disibukkan oleh masalah hutang piutang dan tidak lagi fokus dalam bekerja.

Pemerintah Lalai

Jaman Jokowi ini negara seperti tidak punya arah yang jelas. Penguasa tidak mengerti dan tidak paham kebutuhan dan permasalahan rakyatnya. Semua diperbolehkan, semua seolah tanpa aturan, yang dipikirkan hanya bagaimana bikin sensasi dan menaikkan pajak. Kita lihat saja, saat ekonomi menurun dan pengangguran melimpah, justru aturan berbahasa Indonesia bagi TKA dicabut. Atau membangun jalan toll yang hanya ramai di musim mudik lebaran. Atau tiba tiba kembali memberi subsidi BBM menjelang pilpres yang bikin rugi pertamina. Atau BUMN yang jadi sapi perah karena politikus yang masih aktif menjadi komisarisnya.

Jadi jangan heran jika negeri ini cuma gaduh saja. Semua kemajuan itu hanya klaim para cebong. Faktanya, ekonomi makin susah. Jika tidak tentu Rupiah tidak akan anjlok sampai 14.500 per Dollar Amerika. Nilai Rupiah adalah gambaran besar akan kondisi ekonomi saaat ini. Jangan dibolak balik logikanya "rupiah melemah Indonesia di untungkan". Frase frase penyesatan seperti itu sudah seharusnya di bungkam. Sebuah logika bodoh jika utang besar dalam US Dollar diuntungkan dengan melemahnya Rupiah.

#2019GantiPresiden




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline