Lihat ke Halaman Asli

Abdul Karim

Pegiat Sosial

Modus Penggerogotan Damri?

Diperbarui: 22 Februari 2016   13:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Tanggal 19 Februari 2016 yang lalu saya naik bus Damri dari terminal Bungur Asih Surabaya ke Bandara Juanda. Setelah duduk dalam bus, para penumpang ditagih ongkos bus Rp. 25 ribu per orang dan diberi selembar karcis. Petugas mewanti-wanti para penumpang berulang kali agar karcis jangan sampai hilang atau robek karena sewaktu-waktu akan ada pemeriksaan.

Setelah bus berangkat, ternyata memang benar ada pemeriksaan di check point. Di jalan A Yani Surabaya. Petugas darat Damri naik dan menghitung jumlah penumpang. Setelah itu petugas turun. Lalu giliran sopir bus yang memeriksa ulang penumpang dan mengambili karcis yang ada pada penumpang tanpa merobeknya. Dalam hati saya bertanya kenapa karcis diambil tanpa dirobek seperti umumnya terjadi di Damri Jakarta.

Menjelang masuk gerbang terminal Juanda bus Damri berhenti lagi, tetapi bukan pada pos pemberhentian. Sekali lagi sopir menghitung jumlah penumpang. Kembali saya bertanya-tanya untuk apa lagi dia menghitung-hitung jumlah penumpang.

Dengan cara seperti itu tadi, mengambil karcis dari penumpang tanpa merobeknya, apakah mungkin terbuka peluang bahwa karcis  yang ditarik utuh dari penumpang tadi akan dijual kembali?. Menurut saya sangat mungkin itu terjadi. Kalau itu yang dilakukan maka akan ada potensi kebocoran Damri Surabaya.

saya amati, petugas Damri di Juanda hanya ada sopir. Dia merangkap kernet sekaligus penjual karcisnya dan merangkap kasir yg menyimpan uang pendapatannya. Tiga fungsi yang dirangkap oleh satu orang itu sangat melemahkan kontrol. Satu-satunya pengawasan hanya pada pos Check Point dimana petugas darat memeriksa jumlah penumpang dan mencatatnya. Jadi cukup dengan menjalin  kerja  sama dua pihak sebuah organizational crime bisa dibangun.

Adapun petugas di bungur asih yg berulang kali mewanti-wanti penumpang agar karcis tidak hilang atau robek adalah bagian dari skenario itu. Sedangkan sopir yang menghitung ulang penumpang secara manual adalah dalam rangka mengingat-ingat berapa jumlah penumpang yang real dan berapa jumlah yang akan dilaporkan karena sobekan karcis yg semestinya berfungsi sebagai alat kontrol tidak ada.

Mudah-mudahan ini hanya dugaan negatif saya saja.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline