Kanker payudara merupakan jenis kanker yang prevalensinya cukup tinggi di Indonesia. Menurut data riset kesehatan yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) di tahun 2013, 50 per 100.000 penduduk berpotensi menderita kanker jenis ini. Bahkan yang lebih parah, kanker yang menyerang organ payudara ini juga menduduki peringkat 10 teratas penyumbang kasus kematian tertinggi pada wanita dengan angka 21.5 per 100.000 jiwa. Kanker payudara bisa sembuh bila ditangani dengan penanganan yang tepat.
Tingginya angka ini bisa jadi disebabkan karena kurangnya kesadaran masyarakat untuk melakukan pemeriksaan sejak dini. Hampir 70% penderita kanker payudara baru memeriksakan diri ketika mereka telah berada di stadium lanjut atau bahkan akhir. Hal ini menjadi lumrah mengingat penyebab kanker payudara dan gejala kanker payudara awalnya belum bisa dideteksi dengan jelas. Alhasil, para penderita baru mendatangi layanan kesehatan ketika mereka menemukan gejala yang telah mengarah pada kanker stadium lanjut.
Gejala yang paling sering tampak dan dialami oleh para penderita, di antaranya seperti adanya benjolan pada payudara, rasa sakit (nyeri) yang berdenyut-denyut dalam jangka waktu lama, perubahan fisik payudara, dan keluarnya cairan atau darah dari puting. Bahkan, jika sudah parah, gejala tersebut bisa menjalar ke seluruh bagian tubuh, termasuk kepala dan kaki.
Seperti halnya yang dialami oleh Netty, perempuan berusia 45 tahun asal Tanjung Balai Karimun. Netty pertama kali merasakan ada yang tidak beres dengan payudaranya sejak awal tahun 2001. Kala itu, dirinya merasakan denyutan di payudara kiri yang semakin hari semakin sakit. Kemudian, setelah memeriksakan diri ke rumah sakit terdekat, dokter hanya mendiagnosanya sebagai masalah kelenjar biasa. Namun sayangnya, denyutan tersebut tak kunjung berkurang dan justru semakin meradang. Obat kanker payudara yang diberi dokter pun tak mempan untuk menangkal rasa sakit yang semakin luar biasa.
Dokter pun menyarankan operasi kanker payudara bisa sembuh sebagai satu-satunya cara untuk menghambat pertumbuhan dan penyebaran sel kanker. Namun, karena Netty merasa belum siap dan takut, dia memilih menolak. Ditambah lagi dengan banyaknya kejadian, selepas operasi, kanker justru tumbuh semakin ganas. Anak pertamanya juga sempat mempertanyakan tingkat keberhasilan dan kesembuhan selepas operasi, dan dokter juga tidak bisa memberi jawaban yang memuaskan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H