Lihat ke Halaman Asli

Jainal Abidin

jay9pu@yahoo.com

Kisah di Balik Verifikasi dan Validasi Data Kemiskinan

Diperbarui: 17 Oktober 2022   20:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Kalau kita berbicara data seperti tidak ada pangkal dan ujung. Semua saling melempar bahkan terkesan apatis. Tak paham atau lebih tepatnya, tidak mau mengerti. Paham dan mau mengerti saat data akan ada azas manfaatnya. Baik bagi individu perorangan maupun lembaga kedinasan.

Verifikasi dan validasi data kemiskinan adalah salah satu tugas pekerja sosial. Meski begitu, bukan pelaksana tunggal karena semua saling berkaitan. Ada rentetan panjang jika harus dirunut karena berkaitan dengan lahirnya sebuah data. Dan itu yang sering sekali menjadi teka-teki misterinya.

Pekerja sosial dalam melaksanakan tugasnya berpijak pada lima aspek dan Sembilan kriteria  kemiskinan yang telah ditetapkan Kementerian Sosial (Kemensos RI). Bukan alasan apa-apa tapi lebih karena semua itu sudah disusun rapi dalam aplikasi SIKS Mobile. Sehingga simpel dan mudah bagi petugas tinggal menggunakan alat tersebut.

Berbeda dan tidak seperti dahulu yang manual, hari ini tinggal menanyakan dan mengklik tombol yang tersedia. Ada sekitar 10 sampai dengan 11 pertanyaan yang telah disediakan. Semua pertanyaan sangat mewakili 5 aspek kemiskinan tersebut.

Aspek pertama mengenai tempat tinggal. Di dalam aspek ini ada separo lebih mengenai kriteria kemiskinan yang ditanyakan. Kedua adalah Pekerjaan. Ketiga, Pangan. Keempat, Sandang. Dan kelima adalah Papan.

Pertanyaan-pertanyaan hanya dijawab iya dan tidak. Pertanyaan yang paling berat tanggung jawabnya adalah saat menentukan layak miskin atau tidak. Andaikan berdasarkan kriteria dan aspek diatas maka sebenarnya tidak ada orang miskin. Adanya orang layak dibantu atau tidak.

Kami pekerja sosial bukanlah malaikat tanpa cela, sebenarnya kami sangatlah takut mengambil kewenangan ini. Tapi apalah daya buat menolak karena tak jalannya sila ke-4 Pancasila di desa. Semakin lunturnya nilai-nilai musyawarah sehingga tidak ada mufakat yang ditegaskan.

Padahal ada kriteria lainnya yang jelas para pekerja sosial tidak tahu. Semisal mempunyai sawah, kebun atau tegal kemudian hewan ternak sapi dan lain sebagainya. Bahkan sudah ada yang memiliki barang mewah seperti mobil, emas dan aset kekayaan lainnya.

Pada saat ada Verifikasi tentu banyak jawaban pura-pura yang tercipta atas kepemilikan tesebut. Apakah pekerja sosial juga harus mengecek kebenarannya. Kepemilikan sawah biasanya dijawab garapan sewa. Ternak sapi juga paron kemudian mobil depan rumah itu milik anak atau saudara yang dititipkan.

Kalau sudah  begitu, panutannya melihat fakta yang ada. Kalau itu nanti masih ada kekeliruan maka maafkanlah kami para petugas yang hanya manusia biasa. Sekali lagi kami bukan malaikat tanpa cela. Maafkanlah!




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline