Lihat ke Halaman Asli

Erie Jaegar

Ar-Rahman

Perempuan yang Kusebut Inel [Part 2]

Diperbarui: 16 Desember 2018   16:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

pixabay.com

Wajah cantik, bulu mata lentik, dan juga kutilang (kurus tinggi langsing). Perempuan Janda itu tidak mengalihkanku untuk tidak menyukai paras cantiknya. Aku hanya tercengang
"Kenapa harus menjadi seorang Janda dulu, sungguh sayang sekali perempuan cantik itu seorang janda''

Lamunanku diujung hari sabtu, dengan agenda besok aku akan jumpa dengannya. Senangnya dalam hati.

Minggu pagi.
Minyak wangi kian sedikit membuatku pusing. Maklum, aku tak terbiasa dengan wewangian dikeseharianku. Meski julukan si tampan kepadaku. Tidak ubahnya diriku menjadi seorang Lelaki kota, aku tetap menjadi diriku sendiri. Pemuda nelayan nan tampan. Pekerjaanku memang akrab dengan sinar matahari, namun tidak menjadikan kulitku hitam. Aku tetap si tampan berkulit kuning langsat. Sekali Perempuan memandang ia akan bilang sayang. Ahh inilah aku dengan segala kelebihan yang kumiliki.

Motorku telah mendarat dikediaman si Janda cantik. Hidungku mendengus ke arah ketiakku, kanan kiri kuciumi satu persatu. Barangkali, terkena perjalanan yang cukup melelahkan minyak wangiku luntur. Khawatir saja kalau bau amis yang masih menempel ditubuhku. Pahamlah aku seorang nelayan yang setiap hari akrab dengan ikan. Untung saja rumahnya gampang kutemukan dengan alamat jelas yang dikirimnya melalui WhatsAap.

Assalamualaikum ...

Sembari mengetok pintunya. Masih ada rasa khawatir, takut salah alamat juga salah sasaran. Takut saja ia tidak sama dengan foto profilnya. Ya. Tahukan dunia perfacebookan kian marak dengan penipuan yang demikian.

Walaikum salam ... Kang ....
Jawabnya kalem nan lembuuut gimana gitu, membuat bulu kudukku sedikit merinding. Serius bulu kudukku merinding!

Entah ini getaran apa namanya. Cinta pada pandangan pertama atau ketakutan yang teramat sangat. Rumahnya sepi. Tak ada siapapun katanya, setelah setengah jam ngobrol ringan dengannya. Ritme jantungku tetap bedegub tak mnentu.

"Ya gustiii perasaan apa ini''

Gerutu dalam hati sembari meminta ijin ke toilet.
Setelah ke toilet, aku langsung pamit. Ada urusan soal pekerjaan yang tidak bisa kutinggalkan. Segera bergegas dari jantung ini yang tidak bisa berdetak dengan normal. Auranya begitu menghantam seluruh aliran darahku. Hingga jantungku pun berdetak cepat.

***

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline