Lihat ke Halaman Asli

Haruskah Beralih ke Energi Terbarukan?

Diperbarui: 13 Februari 2019   02:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: commons.wikimedia.org

Cadangan minyak bumi Indonesia saat ini diperdiksi hanya akan bertahan sampai 2030 jika tidak ada penambahan cadangan atau penemuan sumber minyak baru menurut informasi dari kementerian ESDM beberapa waktu yang lalu. 

Selain itu, investasi yang diperlukan untuk proses pencarian minyak bumi sangatlah mahal dan memiliki resiko kegagalan yang juga besar.

Minyak bumi di Indonesia diolah untuk dijadikan BBM yang mayoritas digunakan untuk keperluan transportasi, industri dan pembangkit listrik. Untuk sektor transportasi, angkutan darat sampai saat ini masih menjadi konsumen terbesar BBM yang berupa bensin dan solar. 

Pertumbuhan penjualan produk otomotif yang menggunakan BBM juga mengalami peningkatan. Untuk periode Januari-November 2018, telah terjual di atas 1 juta unit mobil dan lebih tinggi dibandingkan periode yang sama di tahun 2017 sesuai data Gabungan Inudstri Kendaraan Bermotor Indonesia (GAIKINDO).

Hal ini menunjukkan bahwa tren penggunan BBM juga akan mengalami peningkatan seiring dengan berjalannya waktu. Dengan tidak bertambahnya cadangan minyak Indonesia, maka bisa diprediksikan bahwa kita bisa kehabisan cadangan minyak bumi lebih awal dari yang sudah diperkirakan.

Selain sektor transportasi, pembangkit energi listrik juga menjadi salah satu konsumen utama BBM. Tapi, berbeda halnya dengan sektor transportasi yang masih didominasi oleh kendaraan konvensional, PLN sudah menyadari pentingnya peralihan ke energi terbarukan dan terus mengurangi penggunaan BBM sejak tahun 2014.

Bahkan pemerintah sudah menargetkan pada tahun 2025 pulau Sumba di provinsi NTT akan menggunakan energi listrik 100 persen dari pembangkit listrik berbasis energi terbarukan. 

Hal ini sangatlah bermanfaat untuk menjadi contoh pulau yang bisa independen dari pembangkit listrik konvensional yang menggunakan BBM. Terlebih, Indonesia memiliki potensi energi terbarukan di atas 441 GW.

Sehingga, masalah utama yang harus segera diselesaikan adalah bagaimana melakukan transisi penggunaan kendaraan konvensional ke kendaraan berbasis energi terbarukan seperti kendaraan yang menggunakan listrik dan hidrogen.

Kendaraan listrik sampai saat ini telah menjadi prioritas dari pemerintah yang sudah mendorong produksi dan penggunaan mobil dan motor listrik secara massal. 

Sementara penyediaan infrastruktur untuk kendaraan hidrogen masih belum menjadi prioritas pemerintah. Hal ini dapat dipahami karena lebih sulitnya pembangunan infrastruktur untuk proses distribusi dan penyimpanan hidrogen dibandingkan dengan yang diperlukan oleh kendaraan listrik. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline