Lihat ke Halaman Asli

Iwan Hantoro

Mahasiswa Komunikasi dan Penyiaran Islam UIN Sunan Kalijaga

Belajar dari Penyebaran Korona di Italia dan Korea Selatan

Diperbarui: 26 Maret 2020   23:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Wakil Presiden Ma'ruf Amin saat melakukan peninjauan di kantor BNPB, Jalan Pramuka, Jakarta, Senin (23/3/2020) siang.  Foto: kompas.id

Penularan virus Korona tipe baru atau Covid-19 di Indonesia mulai meluas. Sampai 23 Maret 2020, virus Korona tipe baru ini telah menginfeksi 579 orang dengan 49 di antaranya meninggal dunia. Virus ini diprediksi akan sangat cepat meluas jika tidak ada kesadaran dari masyarakat untuk mematuhi himbauan pemerintah. Terdapat dua negara yang orang Indonesia perlu mengambil pelajaran darinya, yaitu Italia dan Korea Selatan.

Pertama Italia. Memburuknya kasus Covid-19 di sana disebabkan oleh kebebalan dan kengeyelan warganya. Di Italia, kasus pertama terjadi pada 20 Februari. Lalu sebulan kemudian, 19 Maret, jumlah kematiannya berhasil melewati China.--Meskipun ini bukan kompetisi.

Penyebabnya apa? Orang Italia terlampau santai.--Agak mirip dengan Indonesia yang lebih banyak guyon ketika Covid-19 belum bertamu. Mereka seakan lupa: mayoritas korban meninggal virus ini adalah orang tua. Dan Italia banyak orang tuanya.

"Italia adalah negara tertua di benua tertua di dunia," kata Lorenzo Casani, direktur kesehatan klinik di Lombardy.

Kasus positif pertama di Italia bagian utara. Di Lombardy. Seorang Pria 38 tahun. Jumlah kasusnya bertambah secara perlahan. Yang positif baru 5.883 dengan 233 kematian per 7 Maret.

Keadaan mulai berubah sehari kemudian. Pada 8 Maret PM Italia Giussepe Conte merencanakan mengarantina sebagian besar bagian utara Italia. Itu akan berdampak kepada seperempat populasi atau 16 juta orang. Mulai dari perjalanan, akses acara umum, kafe dan restoran. Semuanya dibatasi. Warga yang melanggarnya akan didenda dan dipenjara.

Tetapi nahas, informasi itu bocor ke publik terlebih dahulu. Publik utara panik. Lari. Menyebar ke seluruh penjuru Italia. Agar tidak terdampak karantina ekstrem itu. Padahal mereka tidak tahu sudah terinfeksi virus atau belum. Maka terjadilah apa yang terjadi: virus merajalela. Karena orang yang lari dari utara tadi kemudian menularkan ke orang lain. Akhirnya Conte membuat keputusan tegas: seluruh wilayah Italia dilockdown. Itu terjadi di 10 Maret, 2 hari setelah memberlakukan karantina wilayah utara. Andai orang di Italia utara tidak bebal mungkin persebaran Covid-19 bisa ditekan.

Semenjak Conte memberlakukan lockdown, pertambahan kasus positif dan meninggal meningkat tajam. Dalam kurun 10-23 Maret, kasus positif meningkat 56.553 dengan 5.615 kematian. Italia benar-benar dibuat babak belur.

Keadaan yang sedemikian parah ternyata tidak membuat warga Italia kapok. Mereka masih suka keluyuran: jalan-jalan di kota, memakai transportasi umum, makan malam di hotel, tidak memaki masker pelindung. Perilaku tersebut membuat kecewa petugas medis China yang diperbantukan ke Italia sejak 11 Maret lalu. Begitu ngeyelnya orang Italia. Maka, Anda bisa lihat sendiri. Korban meninggal hampir dua kali lipatnya China (data per 24 Maret). Bisa dibayangkan jika orang Indonesia tetap bebal dan ngeyel, maka bisa-bisa pengalaman pahit Italia akan juga dialami orang Indonesia.

Negara kedua adalah Korea Selatan. Meskipun negara ini mampu mengendalikan Covid-19, tetapi kronologi masuknya virus ini menarik untuk disimak. Karena pembawanya adalah 'Jamaah' gereja.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline