Lihat ke Halaman Asli

Ivone Dwiratna

Seorang hamba TUHAN

Sejumput Kisah Penjaga Makam

Diperbarui: 7 Juli 2016   14:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi: Penjaga Makam | Sumber: KOMPAS/Sri Astuti

Di saat-saat menjelang masuk bulan puasa atau saat lebaran, banyak keluarga melakukan aktifitas berziarah ke makam keluarga tercinta. Keluarga yang datang memasrahkan perawatan makam pada juru kunci yang menjaga biasanya. Dan hal ini menarik perhatian saya. Apa yang dilakukan juru kunci makam? Apa saja pengalamannya yang menarik?

Ada seorang juru kunci yang menarik untuk saya eksplore pengalaman-pengalamannya. Usianya kurang lebih 40 tahunan. Perawakannya kecil dan kurus. Berkaos biasa, memakai topi. Sederhana saja. Bahasa Jawa Krama Inggilnya sangat halus, orangnya sopan sekali. Kami berkomunikasi dengan menggunakan Bahasa Jawa halus. Dengan Bahasa Jawa Krama Inggil yang belepotan dan seadanya, saya berusaha mengimbangi pembicaraan (teringat Nena sahabat saya, SPG MLJ yang jelita tapi Bahasa Jawa Krama Inggilnya bikin ngakak, #colek Nena.....).

Pekerjaan sang Juru Kunci ini sehari-hari menyapu, membersihkan makam dan merawat makam-makam yang ada di Kompleks Pemakaman Bupati Pertama Sidoarjo, Tjondronegoro atau yang dikenal juga dengan sebutan Kanjeng Jimat. Pekerjaan ini ia dapatkan secara turun-temurun. Bapaknya dulu yang merawat kompleks pemakaman tersebut. Ibunya menjual jamu gendong. Semasa hidupnya, Bapaknya banyak membimbing dan mengajarinya. 

Waktu kecil, ia sering takut berada di Kompleks Pemakaman tersebut. Karena ia pernah punya banyak pengalaman yang aneh. Seperti misalnya saat ia bermain menimbun celurit dalam tanah, ternyata celurit itu hilang keesokan harinya. Padahal tidak ada yang membongkar apa yang ia timbun. Lalu, ia pernah menemukan gelang emas saat bermain-main di areal pemakaman tersebut. Dan anehnya, gelang itu dapat menghilang sendiri setelah ia bawa pulang.

Tapi, karena sehari-harinya memang disana, akhirnya ia pun terbiasa dan tidak takut lagi. Berhubung ia adalah satu-satunya lelaki dalam keluarganya, maka ia yang selanjutnya dipilih untuk meneruskan pekerjaan sang Bapak sebagai Juru Kunci. Sebelum Bapaknya meninggal, almarhum pernah berpesan. Ada beberapa hal. Antara lain, jangan ijinkan orang menembaki, menangkap atau membunuh burung yang berterbangan di areal makam tersebut. Jangan menantang, uji kemampuan, cari gara-gara di areal pemakaman. 

Harus sopan santun, tidak boleh melakukan hal-hal syirik disana. Seperti misalnya bertapa, mencari kekayaan, pangkat, ilmu, dll. Berlaku wajar sebagaimana seharusnya berada di sebuah areal pemakaman, menghormati dan mendoakan mereka yang sudah wafat saja. Tidak mudah memang, sang penjaga makam inipun sering harus mengusir orang-orang yang ingin bertapa atau melakukan ritual disana. Termasuk juga mengusir pencuri atau orang yang lompat masuk areal pemakaman yang ia jaga.

Menjadi juru kunci makam pembesar-pembesar Sidoarjo di masa lalu, tidaklah mudah. Pasti orang-orang pilihan yang dianggap mampu mengemban tanggung jawab. Ada yang berbeda dengan Bapak satu ini. Orangnya santun, sabar dan tidak jumawa. Ada dalam ceritanya, banyak petinggi-petinggi yang datang untuk berdoa disana. Terkadang mereka datang dan menjanjikan banyak hal padanya jika telah tercapai tujuannya (meski kebanyakan hanya janji saja... J). 

Dan terkadang ada isyarat-isyarat tertentu sebagai jawaban dari harapan-harapan orang yang berziarah dengan tujuan tertentu, yang sesungguhnya ia tau. Tapi sang Juru Kunci ini tak pernah mau mengatakannya.. “Kulo boten wantun.. Boten angsal ngendikan.. Menika ingkang kagungan kuwaos namung Gusti Allah..” (Saya tidak berani. Tidak boleh mengatakannya. Yang punya kuasa hanya Gusti Allah saja..)

Dalam kompleks pemakaman yang ia jaga, ada banyak orang-orang hebat semasa hidupnya yang kini dimakamkan disana selain Bupati pertama Sidoarjo. Ada juga orang kepercayaannya. Beliau orang hebat. Semasa hidupnya memiliki ilmu kanuragan yang tinggi. Ada bangunan khusus untuk Beliau yang tertutup. Tidak sembarang orang bisa masuk. “Sareanipun samun...” begitu ungkap sang Juru Kunci. Berada beberapa meter jauhnya saja dari makamnya, terkadang untuk orang yang peka sudah terasa sesak nafas. Berat. Kaki kadang terasa kesemutan, bahkan ada yang tak bisa bergerak. 

Pernah saat ada perbaikan di makam tersebut, sang Juru Kunci sudah sampaikan ke tukang yang mengerjakan. Kalau ada suara glodhak-glodhak atau ada suara ramai di dalam makam tersebut, jangan takut. Tapi, si tukang akhirnya lari terbirit-birit saat mendengar ada keriuhan dalam bangunan makam tersebut.

Pernah ada, orang mengaku datang hanya hendak berziarah. Lalu mendatangi salah satu makam yang ada di situ. Saat peziarah itu sedang berdoa, sang Penjaga Makam pun meninggalkannya sebentar. Dan apa yang terjadi? Ia terkejut mendengar jeritan disana. Sang peziarah melayang... terbang terlempar sampai pohon kamboja! Jarak dari makam yang diziarahi sampai pohon kamboja tersebut sekitar 10 meter. Setelah diusut, ternyata saat ditinggal sang penjaga makam, peziarah ini mengoleskan minyak yang sudah ada doa-doanya ke makam tersebut. Si peziarah ini ternyata sedang menjajal ilmunya. Dan hasilnya.... terlempar!!

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline