Lihat ke Halaman Asli

Ita Siregar

Pengarang. Pemetik cerita. Tinggal di Balige.

Pendekatan Budaya Bikin Komunikasi Lancar

Diperbarui: 30 Desember 2022   06:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Apa sih pembicaraan dua orang Batak saat pertama kali jumpa?

Pertanyaan itu muncul ketika saya mengantar Tuti, teman saya asal Solo, ketika belanja di Batikta, toko suvenir dan oleh-oleh yang terkenal di Balige. Tuti sedang berlibur di ibu kota kabupaten Toba ini.

Waktu itu penjaga toko bertanya kepada saya, boru/marga apa. Ketika saya sebutkan, kami jadi tahu saling menyebut apa. Dan pembicaraan pun menjalar ke mana-mana. 

"O itu ..., saling bertanya marga. Supaya tahu posisi masing-masing. Apakah satu marga, apakah satu keturunan. Kalau satu marga, keturunan keberapa, sehingga bisa tahu siapa kakak siapa adik," jawab saya.

"Waduh, ribet ya jadi orang Batak," jawab Tuti tertawa.

"Kadang-kadang, iya. Karena di daerah (Balige, red.), hal itu dianggap penting. Bagi lingkungan masyarakat Batak Toba, itu menjadi tak terhindarkan," jawab saya.

Dalam pembicaraan yang serius misalnya, bertanya marga (partuturan marga) akan membuat komunikasi menjadi cair. Hal itu diakui oleh Iqbal Sidabutar, Humas PT Inalum, yang banyak bersinggungan dengan warga di kabupaten-kabupaten di wilayah Sumatera utara.

"Bertanya marga dulu, itu yang selalu saya lakukan ketika berjumpa dengan orang baru. Biasanya setelah itu komunikasi lancar. Saya pernah ditugaskan oleh kantor mengurus masalah yang mandek di seorang tokoh warga. Saat jumpa dan berjabat tangan, saya sebutkan marga saya, dan bertanya marganya. Beruntung karena ternyata saya adalah hula-hula bapak itu. Kami jadi merasa akrab karena kedekatan marga tadi," ujar Iqbal.

Meski perlu waktu lebih banyak dalam mencari titik nyaman, tapi kalau sudah merasa relaks, apa pun dapat dibicarakan.

Grace Doloksaribu, pegiat budaya Toba, juga mengakui hal sama. Bertanya marga di awal perbincangan itu keniscayaan. Itu sebabnya kepada orang yang baru dikenal, dia kerap memakai sebutan bapauda, tulang, amangboru, kepada orang yang bersangkutan. Kesan akrab terdengar dari sana. 

"Itu memudahkan saya dalam berkomunikasi. Lima tahun lalu saya ditugaskan ke Balige, belum tahu bahasa Batak. Sekarang, mau tidak mau, jadi lancar. Tapi saya senang karena urusan pekerjaan saya menjadi lancar," ungkap Grace.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline