Lihat ke Halaman Asli

Isnaini Khomarudin

editor lepas dan bloger penuh waktu

Ketemu Trinity di UISI; Membangun Kebaikan Lewat Kepedulian

Diperbarui: 7 Agustus 2020   07:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Rektor UISI, Prof. Ing. Herman Sasongko, membuka acara Nangkring Bareng

LELAKI ITU DIRUNDUNG perasaan waswas saat menanti kepala sekolah (kepsek) menuntaskan kalimatnya. Ia diundang ke sekolah untuk mendengarkan penuturan ibu kepsek mengenai perilaku putrinya yang bersekolah di sana. Pasti anakku nakal nih, gumam lelaki tersebut tak sabar menerima kabar selengkapnya. Jangan-jangan cerewet dan mengganggu proses belajar di kelas.

"Diajar apa di rumah, Pak?" tanya kepala sekolah akhirnya.

Tuh kan bener. Abis ngapain ya anakku? Sang ayah terus berspekulasi. Apalagi kepala sekolah yang profesor itu menyampaikan kalimatnya dengan wajah serius.

"Anak saya kenapa, Bu?" tanya lelaki itu spontan, siap menerima kabar terburuk sekalipun.

"Beberapa hari lalu saya lihat putri Bapak lari dari lantai 5 menuju lantai 3. Dia taruh tasnya lalu bergegas turun untuk menolong anak korban perang Yugoslavia." Cerita Bu Kepsek seketika menghapus kegalauan lelaki tersebut dan justru menciptakan pendar kegembiraan ketika kepala sekolah bertanya lagi, "Diajari apa di rumah jadi bisa seperti itu?"

Alih-alih karena kenakalan putrinya, Pak Herman diundang ke sekolah justru untuk mendengarkan kisah membanggakan, bahkan heroik, yang ditunjukkan oleh si anak dalam membantu temannya yang mengalami keterbatasan. Saya nyaris menitikkan air mata mendengar secuil cerita yang dituturkan Rektor UISI, Prof. Ing. Herman Sasongko, Kamis 11 April lalu.

Sesuai peran dan kepedulian

Bagi saya pribadi, fragmen singkat antara Pak Herman dan sang kepsek sangat penting dicatat dan direnungkan. Selama ini sekolah kerap mengundang orangtua ketika anak-anak mereka bermasalah, bukan karena penghargaan kecil seperti tindakan mulia putri Pak Rektor. Bukan hanya orangtua bangga karena memiliki anak yang berkarakter dan peduli, anak akan semakin disayang dan semakin tumbuh kepercayaan dirinya. Akan membentuk kemandiriannya kelak.

Dalam acara Nangkring Kompasiana bertajuk #MembangunKebaikan yang diselenggarakan di Hall Kampus B, Universitas International Semen Indonesia, Gresik pekan lalu Pak Herman menyindir pencitraan yang ditampilkan sejumlah politisi atau caleg menjelang pilpres-pileg padahal keseharian mereka jauh dari kerepotan menggendong padi atau membopong ikan, misalnya, sebagai wujud kepedulian sesaat.

Dalam sebuah spanduk kampanye seorang caleg, saya sempat membaca frasa: saatnya mengabdi. Saya memahami seolah-olah pengabdian hanya lewat jabatan tertentu saja. Padahal perubahan positif juga bisa diupayakan lewat kontribusi sesuai kemampuan kita, sesuai peran yang kita ambil sehari-hari. Maka frasa Membangun Kebaikan menurut saya sangat mewakili sebab kebaikan akan besar dampaknya jika tersusun dari kepingan kepedulian siapa saja yang memulai dari langkah-langkah kecil.

Contoh paling relevan adalah masifnya penggunaan media sosial yang bisa kita manfaatkan untuk menyumbangkan kebaikan. Membuat konten yang positif dan mencegah penyebaran hoaks adalah hal praktis yang bisa kita lakukan sebagai warganet. Dalam konteks seorang bloger, saya pernah menulis klarifikasi tentang hoaks yang terjadi di kota saya karna menyudutkan salah satu capres padahal isu itu sudah lama terjadi dan akibat kesalahpahaman belaka.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline