Lihat ke Halaman Asli

Ismail Umar Sanji

Saatnya Dunia Ditangan

Sebelumnya Tempat Ibadah, Sekarang Sekolah Lembaga, Apa "Korban" Selanjutnya?

Diperbarui: 22 Juli 2020   20:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi anak belajar di rumah di dampingi orang tua akibat sekola (Dokpri)

Awal pandemik menggejala di Negeri ini beberapa bulan yang lalu yang berimbas sampai saat ini, suasana riuh pun bercampur pilu sempat terjadi kala itu, betapa tidak !. Tempat ibadah (masjid) ditutup puncaknya bulan suci ramadhan yang memaksa kegiatan tarawih dan shalat berjamaah lainnya harus dilaksanakan dirumah bersama keluarga, anehnya pasar dan tempat lainnya tetap terbuka.

Pasca lebaran hari raya id 1441 H. Apa yang terjadi Kemudian, semua tempat ibadah pun dibuka namun tetap memperhatikan protokoler kesehatan. Lalu muncullah beberapa harapan kemudian, seakan-akan memberi isyarat bahwa semua akan segera berakhir, tapi ternyata harapan demi harapan memaksa menjawab beberapa pertanyaan dari petikan kata "mengapa" tempat ibadah yang merupakan tempat suci dan hanya orang-orang bersih yang dapat menghuni dan berdiam di dalamnya itu harus ditutup...?.

Berperaduga, bahwa pertanyaan dari berbagai spekulasi dari narasi itu hanya dilontarkan oleh segelintir orang pembela dan pro terhadap identitas semata. Tapi nyatanya sampai saat ini ketika tempat-tempat ibadah terbuka lebar-lebar, toh masih sedikit juga orang yang berkunjung ke tempat ibadah, lalu dimana teriakan itu yang sebelumnya ramai di berbagai tempat bahkan di medsos sering terbaca "buka,buka,buka...".

Selang beberapa waktu, tempat ibadah pun sudah dinyatakan dibuka selebar-lebarnya. Tapi sekolah sampai saat ini dan kemungkinan berlanjut sampai awal tahun 2021 tetap tertutup untuk peserta didik/siswa, proses belajar mengajar pun dan kegiatan lainnya dilakukan dengan slogan "di rumah aja" lalu apa yang terjadi kemudian, aktifitas di sekolah pun dibatasi bahkan proses belajar mengajar dipindahkan ke rumah masing-masing  dengan menggunakan berbagai fitur pembelajaran, pembelajaran secara daring pun berlanjut ada yang menggunakan fasilitas zoom, wa dan lain sebagainya. Intinya tetap belajar di rumah aja.

Kini sekolah-sekolah sepi bagai tak bertuang, bangku dan kursi mejapun seakan-akan berteriak " engkau dimana" aku rindu coretan dan lukisanmu "aku rindu" suara teriakan dan kicauanmu wahai anak tak berdosa.

Narasi dari teriakan itupun sempat terjawab beberapa waktu, tepatnya diawal tahun ajaran baru 2020-2021 (13 Juli 2020), dengan seribu harapan dari para siswa/peserta didik di seluruh Nusantara  terkhusus para orang tua dan wali siswa mengharapkan sekolah segera dibuka, tapi apa yang terjadi malah sebaliknya.

Kalau boleh saya mengatakan bahwa profesi guru saat ini naik setingkat pengawas bukan tanpa alasan maksudku minimal pengawas independen laksana pemilu. 

Sementara status orang tua wali siswa mau tidak mau harus beralih profesi menjadi seorang guru kelas ataupun guru mata pelajaran untuk sang buah hati dirumah masing-masing, mendidik dan mengajari anaknya sendiri di rumah dengan pengawasan ekstra online berstatus digital dari para guru yang bersertifikat pendidik maupun guru yang lagi menunggu antrian tuk mendapatkan pengakuan negara sebagai guru frofesional (guru dengan sertifikat pendidik).

Sekedar ilustrasi entah siapa yang mengawali tulisan ini yang beredar dari WA ke WA kemudian sampailah di jari telunjuk saya yang kurang lebihnya seperti ini

"Dear Ibu Guru. ... Untuk mencegah keretakan hubungan antara saya dengan anak saya, maka dengan ini saya menyatakan saya menyerah MAIN GURU-GURUAN !. Saya tidak ada bakat menjadi guru, meskipun saya adalah seorang sarjana.... Mungkin karena saya sudah terlalu lama terjun dan jatuh terlalu dalam ke dunia "perpancian" (ibu rumah tangga/IRT). Disini saya takutkan adalah tak terjadinya kegiatan belajar mengajar namun kegiatan hajar menghajar, yang ada malah ini justru akan merusak hubungan antara ibu dan anak pastinya. Demikian dari saya tertanda Emak-emak yang sudah mulai Hipertensi".

Ilustrasi Ibu Rumah Tangga Hipertensi yang diperankan oleh Model. (Dokpri)

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline