Lihat ke Halaman Asli

Tranformasi Budaya yang Dialami Suku Toraja

Diperbarui: 26 Februari 2024   11:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

TRANSFORMASI BUDAYA YANG DIALAMI SUKU TORAJA

Ismah Cahya Kamila

12 IPS 2, SMAN 3 KABUPATEN TANGERANG

Bagi sebagian orang pasti sudah ada yang mengetahui salah satu Suku yang ada di Sulawesi Selatan ini, yaitu Suku Toraja, Suku Toraja ini adalah sebuah suku bangsa yang menetap di pegunungan bagian utara Sulawesi Selatan, Indonesia. Suku Toraja memiliki populasi sekitar 1 juta jiwa, dengan sekitar 500.000 di antaranya masih tinggal di kabupaten Tana Toraja.  

Sebelum abad ke-20, Suku Toraja ini menetap di desa-desa otonom. Mereka masih menganut animisme dan belum tersentuh oleh dunia luar. Pada awal tahun 1900-an, misionaris Belanda datang dan menyebarkan agama Kristen. Setelah semakin terbuka kepada dunia luar pada tahun 1970-an, kabupaten Tana Toraja menjadi lambang pariwisata Indonesia. 

Tana Toraja dimanfaatkan oleh pengembang pariwisata dan dipelajari oleh antropolog. Masyarakat Toraja sejak tahun 1990-an mengalami transformasi budaya, banyak dari mereka yang berpindah kepercayaan dari tradisional dan agraris menjadi beragama Kristen .  

Tradisi yang unik

Masyarakat Toraja sangat menghormati tradisi dan memiliki sistem adat yang kuat. Mereka memiliki upacara adat yang sangat istimewa, seperti upacara pemakaman yang terkenal dengan keindahan patung-patung dan perayaan Rambu Solo'. Selain itu, seni ukir dan kerajinan tangan mereka juga sangat menonjol. Keindahan alam di daerah Toraja juga menjadi daya tarik bagi wisatawan.  

Rambu Solo merupakan upacara adat kematian yang sangat penting bagi Suku Toraja di Sulawesi Selatan. Mereka meyakini bahwa mati adalah suatu proses perubahan status dari manusia fisik di dunia menjadi roh di alam gaib. Sehingga, selama rangkaian ritual Rambu Solo belum dilakukan hingga rampung, maka sang mayat akan diperlakukan sebagaimana orang sakit.  

Ritual rambu solo membutuhkan banyak biaya karena harus mengorbankan kerbau. Sehingga jika biaya keluarga belum mencukupi maka mayat akan terus disimpan hingga mampu menggelar Rambu Solo.

Teknologi yang membantu

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline