Lihat ke Halaman Asli

ISJET @iskandarjet

TERVERIFIKASI

Storyteller

Seribu Payung Sebelum Hujan

Diperbarui: 17 November 2015   21:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hujan sudah menderas. Banjir mulai menggenang. Masalah baru siap menghadang.

Pasti masih menempel lekat di ingatan, betapa kita mengharapkan musim ini datang. Betapa hujan begitu dirindu, dan bagaimana kita berikhtiar dan berdoa kepada Sang Khalik agar diberi guyuran air dari langit. Untuk membasahi tanah. Menghijaukan sawah. Menggenangi kolom-kolom mata air. Memadamkan api di hutan. Mengusir gumpalan asap di permukiman. Dan membawa genangan sampah di sungai.

Lalu turunlah hujan pada Jumat (6/11) malam. Genteng rumah yang sudah lama kerontang langsung basah diguyur hujan setengah jam. Di kota lain seperti Bandung, hujan besar sudah turun sebulan sebelumnya, seperti tergambar dari foto pohon-pohon tumbang yang dibagikan Maria di Facebook.

[caption caption="Pohon-pohon tumbang saat hujan deras mengguyur kota Bandung, 7 Oktober 2015 (FB Maria Soemitro)"][/caption]

Saya yang waktu itu sedang berkumpul bersama keluarga di kawasan Tanjung Barat, Jakarta Selatan, begitu bersuka-cita. Pasalnya, mesin air di rumah sudah sebulan lebih ngos-ngosan menyedot air tanah yang sudah surut jauh ke dalam. Untuk mengatasi masalah ini, terpaksa istri bolak-balik mengakali mesin setiap kali air tidak tersedot ke toren penampungan air. Beruntung saya dan keluarga tidak sampai harus membeli air seperti tetangga dan saudara lainnya. Urusan mandi dan cuci masih berjalan dengan air yang pas-pasan.

Nah, begitu hujan turun, mata air di bawah rumah seakan kembali normal. Mesin bisa bekerja terus memompa air sampai toren penuh. Inilah untuk pertama kalinya, sejak pertengahan September, saya tidak lagi dipusingkan dengan urusan air. Alhamdulillah….

Tapi, seperti kita maklum, alam tidak bekerja di bawah perintah manusia. Hujan tidak bisa diatur untuk tidak terus turun lebat berhari-hari lamanya. Masa itu akan tiba, untuk kemudian menyebabkan banjir yang menimbulkan kerugian di antara kita.

Dan bagi warga Jakarta, hujan seakan menjadi momok yang otomatis menambah parah kemacetan dan menambah waktu panjang waktu tempuh di jalan. Belum lagi kalau banjir datang. Lalu-lintas terputus. Semua jadi serba repot dan kewalahan.

Sedia Payung

Bagaimana pun, alam akan selalu menyayangi setiap makhluk yang hidup di dalamnya. Katakanlah kita sudah begitu biasa membuang sampah sembarangan. Merusak lingkungan. Mempersempit jalanan air ke laut. Pemerintah tidak juga berhasil mengurangi lonjakan jumlah kendaraan. Kita masih bisa mencegah musibah terburuk menimpa akibat curah hujan berlebih.

Sedia payung dimulai dari sekedar menyediakan stok payung di rumah dan kendaraan. Memastikan jas hujan terselip di tas sekolah dan sepeda motor. Yang sederhana-sederhana begini, kalau tidak diperhatikan, akan berakibat fatal dan merugikan banyak orang. Misalnya saja jas hujan yang tidak tersedia di motor. Menyebabkan banyak sekali roda dua ngetem di bawah jembatan layang karena ogah kehujanan. Walhasil, tambah macet parahlah jalan raya hanya karena ulah segelintir pesepedamotor yang tidak menyediakan payung sebelum hujan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline