Lihat ke Halaman Asli

Singkat Cerita

Yang kurasa dan kujalani

Omnibus Law, RUU Cipta Lapangan Kerja- Genderang Revisi Undang-Undang Tenaga Kerja No. 13/2003 Sudah Ditabuh

Diperbarui: 18 Agustus 2020   23:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Kita mendapat mandat Sang Pencipta,
Tuk berkarya demi kelangsungan hidup,
Sesama dan orang yg kita kasihi,
Dan mengasihi kita.

Kita mendapat mandat dari negara,
Tuk mensejahterakan rakyat,
Sebagai syarat pertama dan utama,
Dalam pendirian suatu negara.

Kita mendapat mendapat mandat manajemen,
Tuk berkarya demi kelangsungan hidup,
Perusahaan dan insan pekerja didalamnya.

Bagaimanakah kita menyelaraskannya ?
Agar kita tak menuai karma buruk,
Sekaligus dapat memberikan,
Kesejahteraan dan Kinerja terbaik,
Bagi setiap insan warga negara,
Di bumi pertiwi yang kita cintai ini.

Pada prinsipnya negara dalam artian lembaga-lembaga negara, khususnya pemerintah sebagai pengelola negara, berkewajiban menyeimbangkan segala tatanan yang bertujuan untuk mensejahterakan rakyatnya.

Akan tetapi pada prakteknya negara seringkali lebih memilih untuk mensejahterakan sebagian kecil rakyatnya, yaitu rakyat yang berkuasa dan rakyat yang berstatus pengusaha.

Salah satunya adalah terbitnya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang memberikan payung hukum kepada perusahaan pengelola alih daya atau lebih dikenal dengan pengesahan sistem outsourcing di Indonesia, yang berdampak menghapuskan banyak elemen kewajiban para pengusaha.

Tragisnya, kesalahan terbesar negara (penguasa) yang mengesahkan sistem outsourcing dalam tatanan ketenagakerjaan Indonesia pada saat itu, kemungkinan besar kini akan terulang, dengan rencana diterbitkannya revisi Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, yang bukan bertujuan untuk menghapuskan sistem outsourcing, melainkan berencana untuk menghapuskan pesangon bagi pekerja yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK). Maka jika direvisi, kemungkinan besar pasal mengenai pesangon dihilangkan dan atau dirubah dengan nilai lebih rendah, karena tidak mungkin juga pesangon yang jadi beban perusahaan, perubahannya melebihi aturan yang ada.

Kegigihan Kadin dan Apindo serta para pengusaha pribadi dalam upaya kerasnya me-revisi Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, tentu saja bermaksud untuk kepentingan dan keuntungan sebagian kecil rakyat Indonesia, yaitu rakyat yang berkuasa dan rakyat yang berstatus pengusaha, berbanding terbalik dengan kegigihan niat sebagian besar rakyat Indonesia yang berstatus buruh/pekerja, yang berkeinginan untuk menghapuskan sistem outsourcing di Indonesia, yang jelas-jelas bertentangan dengan syarat utama pendirian suatu negara, yaitu mensejahterakan seluruh insan warganegaranya.

Alhasil kini semua pihak sepakat untuk tidak sepakat dalam usaha melakukan revisi terhadap Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003.

Untuk itu demi tercapainya mufakat, alangkah baiknya kini semua pihak mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut :

  1. Elemen terpenting bangsa Indonesia selain Sumber Daya Alam yang melimpah adalah jumlah penduduk alias jumlah angkatan kerja yang besar.
  2. Kesengsaraan dan ketertekanan pekerja, sebagai populasi terbesar di negara ini akan memicu meledaknya bom waktu penyebab keruntuhan dan kehancuran NKRI.
  3. Sejak proklamasi kemerdekaan hingga saat ini, walau telah melewati pasang surutnya ekonomi, banyak pengusaha serta perusahaan yang telah menjadi besar bahkan menggurita ke kancah internasional, sehingga bukanlah alasan bahwa kesejahteraan pekerja menjadi penyebab kebangkrutan pengusaha atau perusahaan.
  4. Kebangkrutan pengusaha maupun perusahaan di Indonesia yang terjadi selama ini,  atas kesalahan tata kelola dan stategi perusahaan tersebut, dan atas kegagalannya dalam berinovasi serta kegagalannya dalam mengikuti perubahan perkembangan jaman.
  5. Indonesia yang katanya memiliki beban tinggi atas  ketenagakerjaan dan kependudukan, terbukti semakin menarik banyak perusahaan internasional untuk berinvestasi.
  6. Akankah negara menerapkan peribahasa : habis manis sepah dibuang, pada rakyatnya sendiri, yang sedari muda hingga pensiun telah memberikan berbagai kontribusi pada pendapatan negara, melalui pajak penghasilan, BPHTB, PBB, pajak kepemilikan kendaraan, pajak makan dan minum, pajak barang dan jasa serta berbagai jenis pajak lainnya.
  7. Apakah penguasa, pengusaha dan perusahaan tidak lagi memiliki strategi dan tidak mampu lagi berinovasi dalam menghadapi persaingan global, sehingga senantiasa merengek-rengek dan memilih jalan mudah, dengan satu cara yaitu menyengsarakan pekerja dan rakyat. Sementara perusahaan-perusahaan asing dengan percaya diri dan gagah berebut untuk berinvestasi di negara ini.
  8. Kualitas Sumber Daya Manusia, selain kewajiban para pekerja untuk meningkatkan nilai diri, juga merupakan kewajiban negara dalam memberikan sarana penunjang peningkatan kualitas rakyatnya.
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline