Lihat ke Halaman Asli

Isah Azizah

Berusaha baik terus

Ibu Depresi, Islam Solusi untuk Stabilisasi

Diperbarui: 25 Maret 2022   01:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Lagi, fungsi ibu terkoyak luka. Kanti Utami, mengaku menerima bisikan gain agar membunuh ketiga anaknya supaya tidak merasakan sengsara seperti dirinya. Maka sebuah pagi yang seharusnya menyejukkan jiwa, dia melukai ketiga anaknya hingga salah satunya meregang nyawa.

Terkait hal tersebut, Psikolog Ratih Ibrahim mengungkap adanya keputusasaan dan kemarahan sangat besar dari pelaku yang juga ibu kandung tiga anak tersebut.

"Saya mengidentifikasi adanya keputus-asaan, dan kemarahan yang amat sangat besar pada yang bersangkutan," ujar Ratih kepada Suara.com, Selasa (22/3/2022).

CEO dan Founder Personal Growth itu mengatakan kemarahan besar Kanti Utami bukan ditujukan kepada anak-anaknya, namun hanya sebagai objek pelampiasan.

"Frustrasi, putus asa, kemarahan yang amat sangat ini yang kemungkinan membuat dia nekat membunuh anak-anaknya sendiri. Mungkin setelahnya dia juga akan bunuh diri, mungkin," tutur Ratih.

(Suara.com, 22 Maret 2022).

Alasan terbesar merasa frustasi, putus asa dan kemarahan ini diakuinya adalah karena ingin disayangi, disamping ekonomi yang sulit. Suaminya yang tak pulang hingga 6 bulan dan alasan penderitaan sejak kecil.

Sulit dielakkan, peristiwa ini menambah deretan bukti betapa kehidupan ini semakin sulit untuk dijalani. Berawal dari kesulitan ekonomi yang menuntut suami harus bekerja keras banting tukang mencari nafkah, sehingga waktunya banyak tersita hanya untuk urusan pekerjaan. 

Pada saat pulang, ingin segera istirahat hingga melupakan anak dan istrinya. Begitu pun dengan istri, sibuk dengan mengurusi anak dan rumah yang berputar berulang setiap hari tanpa adanya bantuan dari suaminya, meskipun hanya sekedar memuji atas kesabarannya menjalani peran mulia sebagai ibu dan pengatur rumahtangga.

Seiring berjalannya waktu, rutinitas tersebut akan menuju pada tingkat yang lebih tinggi berupa kebosanan, lelah Dan tak kuat lagi menanggung beban. Karena, diantara suami istri tidak lagi saling berbagi duka dan saling menyemangati dalam menjalani onak duri rumahtangga. Akhirnya, anak menjadi pelampiasan meskipun dengan tujuan 'ingin menyelamatkan' dari penderitaan hidup.

Jelaslah, ini adalah pemahaman yang salah.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline