Lihat ke Halaman Asli

Irwan Rinaldi Sikumbang

TERVERIFIKASI

Freelancer

Emoji di Medsos, Tertawalah pada Tempatnya dan Jangan Gampang Berurai Air Mata

Diperbarui: 30 Juni 2020   05:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dok. rencanamu.id

Chatting di media sosial memang asyik, ibarat candu, bikin banyak orang ketagihan. Bahkan rasanya lebih asyik ketimbang ngobrol langsung, sehingga tidak sadar kalau sudah menghabiskan waktu beberapa jam. Apalagi kalau chatting tersebut berlangsung di sebuah grup percakapan yang beranggotakan puluhan orang atau mungkin lebih dari itu.

Tapi banyak juga yang tidak begitu menganggap penting saling berkirim pesan di media sosial, kecuali untuk sekadar basa basi. Ada yang suka menulis narasi berpanjang-panjang, sehingga yang membaca jadi capek. Tapi yang model begitu sudah semakin berkurang karena sudah demikian banyak emoji yang mewakili perasaan seseorang. 

Kalau dulu orang yang sedang tertawa dilambangkan dengan ckikikikiki, sekarang tinggal klik emoji yang sesuai. Tak perlu lagi melambangkan orang yang menangis dengan hiks..hiks..hiks. Orang yang sedang keheranan ditulis dengan ck..ck..ck, atau orang lagi tidur ditulis dengan z..z...z. Era narasi seperti itu sudah berlalu, ada emoji yang lebih gampang diartikan.

Eh betulkah lebih gampang mengartikan emoji? Hati-hati, justru karena gampangnya, malah jadi multi tafsir dan bisa-bisa jadi bumerang bagi si pengirim emoji. Tak sedikit chatting di grup berakhir runyam. Ada yang berantem, maksudnya terlibat dalam perang kata-kata kasar, dan ada pula yang sampai left group.

Misalnya bagi seseorang yang sangat gampang mengirimkan emoji orang tertawa terbahak-bahak. Jika orang tertawa saat ngobrol langsung di hadapan teman-temannya, mungkin tidak ada masalah, karena langsung ketahuan apakah tertawa itu karena lucu, ngledek, atau justru menertawakan sebuah kepahitan hidup sebagai hiburan, agar tidak tenggelam dalam kekecewaan.

Tapi tertawa di media sosial membuat si penerima pesan hanya menebak-nebak, si pengirim tertawa dalam konteks apa? Bila obrolan di atasnya ada kisah tentang sebuah ketelodoran orang lain, maka tertawa itu sah-sah saja kalau ditafsirkan sebagai ngeledek.

Namun dalam obrolan secara langsung seperti yang biasa berlangsung di warung kopi, cerita tentang ketelodoran seseorang, sering menjadi bumbu yang dimaksudkan agar menimbulkan efek lucu. Bukankah adegan lucu yang ditampilkan grup pelawak di layar kaca, juga banyak yang mengeksploitasi ketelodoran salah seorang pemainnya?

Jadi tidak salah juga bila di media sosial ada kisah ketelodoran, lalu disambut secara spontan oleh orang lain dengan mengirimkan emoji orang tertawa. Hanya bisa saja orang lain menanggapinya dengan sensi, malah dianggap sebagai penghinaan. Nah lho, jadi barabe, kan?

Makanya hati-hati, tertawalah pada tempatnya. Jika khawatir akan disalah persepsikan, sebaiknya disertai narasi bahwa emoji itu bukan bermaksud ngeledek atau menghina. 

Tapi seandainya si penerima mau mengklarifikasi, sebetulnya tidak berakibat fatal. Umpamanya muncul pertanyaan, kok tertawa sih, apanya yang lucu? Nah ini kesempatan buat menjelaskan tujuan si pengirim emoji kenapa tertawa. Toh bisa saja tertawa sebagai ungkapan simpati dan menyemangati. 

Kelemahan dari chatting di media sosial adalah sulit menebak apakah seseorang yang berkomentar lagi kesal, marah, galau, sedih, kecewa, atau beragam perasaan negatif lain. Hal yang sebetulnya gampang ditebak bila berkomunikasi menggunakan video, karena semua perasaan itu terpancar pada mimik muka atau ekspresi wajahnya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline