Lihat ke Halaman Asli

Irwan Rinaldi Sikumbang

TERVERIFIKASI

Freelancer

Upaya Mahathir Mohamad Mengangkat Martabat Etnis Melayu dan Menjadi Pemimpin Dunia Islam

Diperbarui: 30 Desember 2019   00:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dok. tribunnews.com

Baru-baru ini, tepatnya dari tanggal 18 hingga 21 Desember 2019, di negara tetangga kita, Malaysia, diadakan Kula Lumpur Summit (KL Summit) yang diharapkan mempersatukan negara-negara yang berpenduduk mayoritas Islam dalam merespon berbagai isu terkait dunia Islam.

Ada sejumlah kepala negara atau kepala pemerintahan yang hadir, yakni Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, Presiden Iran Hassan Rouhani, dan Emir Qatar Seikh Tamim Bin Hamad Al-Thani. 

Maka bersama dengan Perdana Menteri (PM) Malaysia Mahathir Mohamad, KL Summit tercatat berhasil mengumpulkan empat kepala negara atau kepala pemerintahan. Sedangkan negara Islam lain diwakili oleh pejabat yang lebih rendah.

Indonesia sendiri semula direncanakan akan diwakili Wakil Presiden Ma'ruf Amin. Namun karena perkembangan kesehatannya, akhirnya Menteri Luar Negeri Retno Marsudi yang hadir di KL Summit.

Memang Mahathir Mohamad tampaknya punya ambisi untuk menjadi pemimpin dunia Islam. Dulu sewaktu menjabat PM terlama di Malaysia (1983-2001), Mahathir terkenal berani melontarkan komentar keras kepada negara-negara barat.

Sampai-sampai Mahathir mendapat julukan sebagai "the little Soekarno" karena kemampuan orasinya yang mengingatkan pada gaya Soekarno sewaktu melawan negara kapitalis. 

Ternyata ketika nasib baik membawanya kembali ke tampuk kekuasaan di Malaysia dalam usia yang sudah di atas 90 tahun, kelantangan suara Mahathir masih tetap sama seperti yang dulu.

Hanya saja terlalu dini untuk memprediksi KL Summit bakal menjadi panggung yang efektif bagi Mahathir dalam upaya menggalang kerja sama yang kompak antar negara Islam.

Sebagian negara menilai KL Summit seperti menjadi tandingan bagi Organisasi Konferensi Islam (OKI) yang selama ini menjadi forum pertemuan tingkat tinggi antar pemimpin negara-negara Islam. Sehingga KL Summit dianggap berpotensi memecah belah.

Barangkali karena alasan tidak ingin terjebak antara persaingan OKI versus KL Summit, Presiden Jokowi sebagai kepala negara yang paling banyak penduduk muslimnya di dunia, hanya mengirim Wakil Presiden, itupun akhirnya batal.

Negara-negara yang berada di bawah pengaruh Arab Saudi karena banyak menerima bantuan keuangan, tidak bernafsu dengan KL Summit. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline