Lihat ke Halaman Asli

Irwan Rinaldi Sikumbang

TERVERIFIKASI

Freelancer

Jegal Menjegal Juga Terjadi di Birokrasi Perusahaan

Diperbarui: 21 Agustus 2018   22:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dok. noos.co.id

Mahfud MD beberapa hari terakhir ini menjadi "bintang" pemberitaan di banyak media, setelah ia berbicara blak-blakan di sebuah acara talkshow di salah satu stasiun televisi. Istilah yang sering dikutip media adalah bahwa Mahfud dijegal oleh partai atau organisasi massa tertentu, sehingga gagal menjadi calon wakil presiden. Padahal tadinya santer diberitakan Mahfud akan digandeng oleh Jokowi.

Berbagai analisis dikemukakan oleh pengamat politik, di antaranya partai tertentu tidak mendukung majunya Mahfud karena akan menjadi ancaman saat pilpres di tahun 2024.

Dengan usia yang relatif belum tua, Mahfud bisa menjadi calon kuat merebut kursi presiden, bila pada tahun 2019 sudah punya jam terbang sebagai Wakil Presiden. Mengusung Mahfud, istilahnya bak membesarkan anak macan bagi partai pengusung, mengingat Mahfud bukan kader partai.

Tulisan ini tidak bermaksud membahas soal politik. Tapi soal jegal menjegal sebetulnya juga lazim dalam meniti karir di perusahaan. Jangan mengira politik itu hanya buat orang partai, anggota parlemen, pejabat negara, atau yang berkaitan dengan itu. Di perusahaan pun politicking lazim terjadi.

Sebuah contoh, di sebuah bank besar yang masuk top five secara nasional, suatu saat direktur bidang operasionalnya dijabat oleh si A.

Sejak itu, B yang masih berstatus staf di Divisi Sumber Daya Manusia (SDM), salah satu divisi di bidang operasional, melesat kariernya.

B awalnya dipromosikan sebagai salah satu kepala bagian (kabag) di Divisi SDM tersebut. Hal ini tidak menimbulkan komentar miring dari staf lain, karena memang B sudah beberapa tahun menjadi staf, jadi memang sudah saatnya dipromosikan. Apalagi ia menyandang gelar master dari luar negeri di bidang human resources management. Orangnya juga energik serta aktif memberikan saran dalam forum rapat antar bagian atau antar divisi.

Kemudian, baru 1 tahun 6 bulan sebagi kabag, B sudah dapat promosi lagi menjadi wakil kepala divisi (wakadiv) di divisi yang sama.

Nah, saat itu baru teman lain ribut memberikan berbagai komentar, karena ini tidak lazim.

Selama ini, rising star sekalipun, paling cepat butuh 3 tahun dari kabag ke wakadiv. Barulah promosi ini dihubung-hubungkan dengan status B sebagai keponakan dari A, sang direktur.

Dengan status wakadiv, sebetulnya B masih punya bos di divisinya, yaitu kadiv SDM. Tapi dalam tindakan dan ucapannya, B seolah-olah sudah jadi kadiv.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline