Lihat ke Halaman Asli

Itu Saja

Diperbarui: 24 Juni 2015   17:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Tumpukan Koran dan majalah itu kupindahkan lalu kusortir, berharap masih ada yang selamat dari siraman hujan malam tadi. tampak beberapa buku masih terlihat aman“ empati ditengah badai ,dan satu majalah sastra terbitan horizon. diluar rumah beberapa tetangga yang hanya bercawak wara wiri mendorong gerobak sampah “kotoran inilah yang menyumbat selokan selokan sehingga banjir merendam rumah kita “ keluh seorang tetanggaku pagi itu.

Hampir sepekan Makassar diguyur hujan, beberapa daerah dipinggiran kota kabarnya telah lumpuh diterjang banjir. pun kuikut waspada bila sewaktu waktu hujan turun dengan hebat. jadwal ronda kususun bersama istri, aku memilih tidur lebih awal selepas berita malam tayang. sesuai rencana, jatah tidurku hanya empat jam saja, sisanya ronda. beruntung tugas akhir belum kelar, jadi waktu ronda kuisi dengan mengetik skripsi “ mengapa buruh sering berontak “.

pagi ini hujan turun lagi,ponco baruku ternyata sudah tak layak pakai. aku kesal, aku bingung, sementara hujan tak mau kompromi. jarum jam menunjuk angka 08.00, mau tak mau hujan harus kuterobos. nasib !!

motor kupacu, melintasi puluhan jalan berlubang, sesekali mataku awas, sebab beberapa baliho bakal calon pemimpin kota,tumbang disapu angin. duh, menakutkan. haruskah demikian ?

kotaku kini banyak berubah, pembangunan sesak dimana mana. sama sesaknya dengan puluhan jalan berlubang yang menghiasi kota. aku pun ikut - ikutan sesak, tatkala  wajah calon walikota semakin banyak  bermunculan lalu, menjanjikan aneka perubahan.begitukah mestinya ?






BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline