Lihat ke Halaman Asli

Irma Yulia Purnamatanti

Universitas Airlangga

Apresiasi Sastra atas Perempuan dalam "Sihir Perempuan" Karya Intan Paramadhita

Diperbarui: 7 Juli 2025   09:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi milik pribadi (edit by canva)

Sihir Perempuan (terbit pertama pada tahun 2005 dan dicetak ulang pada 2017) adalah kumpulan cerpen karya Intan Paramaditha yang terdiri dari sebelas cerita pendek. Semua cerita dalam buku ini berpusat pada tokoh-tokoh perempuan, namun tidak disajikan dengan cara yang biasa atau lembut sebagaimana yang sering ditemukan dalam sastra lama. Tidak ada gambaran perempuan ideal yang pasif, sabar, dan hanya menjadi korban. Intan Paramaditha membawa pembaca ke dalam dunia horor yang kelam. Tokoh-tokohnya muncul bersama sosok-sosok menyeramkan seperti vampir, hantu, roh gentayangan, darah yang mengalir, hingga adegan-adegan pembunuhan yang dingin dan mengejutkan. Tapi elemen horor ini bukan semata untuk menakut-nakuti; ia menjadi cara bagi penulis untuk menyampaikan pengalaman batin perempuan yang selama ini terbungkam. Mereka dibungkam oleh aturan budaya, nilai moral, dan pandangan masyarakat yang membatasi kebebasan mereka

Tokoh-tokoh perempuan dalam cerita-cerita Intan Paramaditha hampir selalu digambarkan sebagai sosok yang tidak patuh pada aturan-aturan yang ada di sekeliling mereka. Mereka bukan perempuan "baik-baik" seperti yang sering dipuji dalam masyarakat. Seperti ibu rumah tangga yang bosan, anak perempuan yang menolak tunduk pada ayah, atau pekerja kantoran yang lelah jadi "perempuan baikbaik". Dengan sengaja penulis menggeser perhatian pembaca dari gambaran perempuan ideal---yang lembut, sabar, dan selalu taat---ke perempuan yang berani melawan. Budaya patriarki, atau sistem yang lebih mengutamakan laki-laki dan menuntut perempuan untuk tunduk, telah lama membuat perempuan sulit bersuara. Cerita-cerita ini menunjukkan bahwa perempuan juga berhak menentukan jalan hidupnya sendiri, meski jalan itu penuh duri dan tantangan.

Dalam cerita-cerita ini, tubuh perempuan sering digambarkan bukan hanya sebagai tempat luka, tetapi juga sebagai sumber kekuatan. Misalnya, darah, luka, dan bahkan kehadiran roh atau makhluk gaib bukan hanya unsur horor, tapi juga simbol kemarahan dan keteguhan perempuan yang selama ini dibungkam. Sosok vampir, penyihir, atau perempuan kerasukan yang muncul di beberapa cerita bukan sekadar makhluk menyeramkan, melainkan gambaran perempuan yang menolak tunduk dan memilih jalan berbeda meskipun dianggap "tidak normal" oleh masyarakat. Bahkan benda-benda sehari-hari seperti jari yang hilang, boneka yang retak, atau pakaian yang robek dijadikan simbol untuk menunjukkan bagaimana tubuh, suara, dan pilihan perempuan sering dikekang. Melalui simbol-simbol tersebut, Intan Paramaditha menyampaikan pesan tentang perjuangan perempuan melawan aturan-aturan yang tidak adil.

Dari segi bahasa, Intan menggunakan kalimat-kalimat yang cenderung pendek dan langsung ke inti. Dialog antar tokohnya juga lugas, tidak berbelit-belit. Tapi justru dari kesederhanaan itu, ia berhasil menciptakan bayangan dan suasana yang kuat dalam benak pembaca. Imaji yang ditampilkan dalam ceritanya sering melekat lama di kepala, karena mampu menggambarkan ketegangan, ketakutan, dan perasaan tertekan yang begitu tajam. Salah satu ciri khas lainnya adalah cara Intan menggunakan sudut pandang orang pertama, yaitu "aku". Dengan cara ini, pembaca seolah-olah masuk ke dalam pikiran dan perasaan tokoh utama secara langsung. Ketika tokoh itu merasa takut, marah, atau bingung, pembaca pun ikut merasakan hal yang sama. Hal tersebut dapat membuat cerita terasa lebih hidup dan menyentuh. Melalui gaya penulisan yang sederhana tapi kuat ini, isu-isu besar seperti feminisme, kebebasan tubuh perempuan, dan tekanan sosial tidak disampaikan secara menggurui atau terlalu teoritis. Sebaliknya, pembaca diajak memahami semuanya lewat pengalaman pribadi tokoh-tokohnya, sehingga terasa lebih nyata dan menyentuh. Dengan membaca SihirPerempuan berarti memberi ruang bagi kisahkisah perempuan yang jarang disuarakan. Karya ini mengingatkan bahwa kekerasan simbolik terhadap perempuan, baik berupa gosip, tuntutan kesempurnaan fisik, maupun pelabelan tertentu akan selalu melahirkan bentuk perlawanan. Apresiasi sastra di sini bukan hanya memuji tentang teknik bercerita, tetapi juga mengapresiasi pada keberanian penulis menyoroti sisi gelap perempuan lalu menyalakan pemahaman baru tentang tubuh, trauma, dan kebebasan perempuan.

Dengan menggabungkan unsur horor, cerita mitos, dan sudut pandang feminis, Intan Paramaditha berhasil menyuguhkan kumpulan cerita yang bukan hanya menyeramkan, tetapi juga penuh makna. Ia tidak sekadar menulis kisah-kisah gelap untuk menakut-nakuti pembaca, tapi menggunakan kegelapan itu sebagai cara untuk menyuarakan hal-hal penting tentang perempuan. Lewat Sihir Perempuan, Intan mengajak kita untuk melihat kembali bagaimana posisi perempuan selama ini ditempatkan dalam masyarakat, apakah mereka benar-benar didengar, dihargai, atau justru dikendalikan oleh aturan dan tradisi yang mengekang. Cerita-cerita dalam buku ini menunjukkan bahwa ketika perempuan tidak diberi kesempatan untuk bersuara, ketika pengalaman mereka dianggap tidak penting, maka rasa sakit, trauma, dan kemarahan itu akan mencari jalannya sendiri untuk keluar. Meski ceritanya bernuansa gelap, penuh simbol dan peristiwa yang aneh atau menyeramkan, semua itu disampaikan dengan bahasa yang sederhana dan gaya bercerita yang kuat. Cerita-cerita ini mudah dibaca, tetapi maknanya dalam dan membekas. Intan menyampaikan pesan bahwa perempuan berhak atas tubuhnya sendiri, berhak menentukan jalan hidupnya, dan berhak menulis kisahnya sendiri, tanpa harus selalu sesuai dengan apa yang diinginkan orang lain. Dalam dunia yang kadang terlalu banyak aturan dan larangan, sastra menjadi ruang aman tempat perempuan bisa bicara tanpa takut, dan Sihir Perempuan adalah salah satu contoh terbaik dari ruang itu.

by: Irma Yulia Purnamatanti (UNAIR/FIB/Bahasa dan Sastra Indonesia)

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline