Lihat ke Halaman Asli

IrfanPras

TERVERIFIKASI

Narablog

Cinta dan Kasih Anti, Penyelamatku Selama Menghadapi Quarter Life Crisis

Diperbarui: 23 Desember 2020   11:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saya dan Anti saat berlibur beberapa waktu lalu. | foto: Dokumen Pribadi

Quarter life crisis. Sepertinya saya sedang memasuki masa itu sekarang. Katanya, quarter life crisis itu wajar dan normal dialami anak muda dalam masa transisi menuju kedewasaan.

Hanya saja, bagi saya periode quarter life crisis sangatlah tak nyaman. Ya seperti saat hidung kita dicolok alat swab test antigen. Gak nyaman banget rasanya, bahkan air mata juga bisa keluar otomatis.

Katanya, 86% kaum milenial terdampak quarter life crisis selama periode pencarian jati dirinya menuju dewasa. Tak melulu mereka yang berusia 25 tahun saja, quarter life crisis juga biasa menimpa pemuda usia 20-an hingga 30-an tahun.  

Kata Dr. Oliver Robinson, peneliti dan pengajar Psikologi dari University of Greenwich, London, terdapat 4 fase penanda quarter life crisis. Terjebak dalam situasi tertentu (bisa soal hubungan, pekerjaan, dll.), pikiran tentang perubahan yang bakal terjadi dan mempengaruhi hidupnya, periode membangun kembali hidup barunya, dan fase mengukuhkan komitmen baru terkait nilai yang jadi pedoman hidupnya.

Senada dengan pernyataan Dr. Oliver Robinson, saya yang bakal segera menyentuh usia seperempat abad merasa sedang terjebak dalam sebuah situasi. Situasi yang saya rasakan sungguh tak nyaman, membosankan untuk dipikirkan, tapi terus jadi bahan overthink tiap malam tanpa disuruh.

Berada dalam situasi tertekan secara mental, dikepung masalah sana-sini, masalah kesehatan fisik dan mental yang datang silih berganti, sudah cukup bikin saya berpikir bahwa tahun 2020 adalah periode terburuk dalam hidup saya. Selain dihujani masalah, saya juga menyadari bahwa saya turut ambil bagian dalam menciptakan masalah itu sendiri.

Kalau kata John Mayer, "I wonder sometimes about the outcome of a still verdictless life. Am I living it right?"

Namun, di setiap malam dalam hidup saya sepanjang tahun 2020 ini, saya punya seseorang yang jadi teman sejati untuk berkeluh kesah, untuk curhat dan tukar pikiran, sekaligus jadi kekasih tambatan hati yang selalu siap sedia menenangkan jiwa dan batin yang bergejolak melalui sambungan telepon.

Ya, dia yang saya panggil Anti adalah seorang teman yang kini jadi kekasih, seseorang yang jadi pendamping hidup saya dalam menjalani periode quarter life crisis. Saya berani bersumpah, andai kata dia tak setia menemani hidup saya yang berantakan, mungkin saya jadi untuk mengakhiri hidup.

Gila bukan? Tapi memang begitulah kondisinya. Daripada saya sembunyikan, dipendam, mending saya utarakan saja kan?

Pada kenyataannya, saya masih diberi kesempatan hidup hingga detik ini. Di satu sisi, saya masih punya mindset, bahwa periode quarter life crisis saya belum sepenuhnya khatam. Namun, di sisi lainnya saya ingin berteriak sekencang-kencangnya, "AKU MASIH INGIN HIDUP LEBIH LAMA LAGI!".

Penyebabnya, tak lain tak bukan adalah demi membalas semua kasih sayang dan kebaikan Anti kepadaku. Contohnya, saya tak pernah meminta dibelikan makanan saat ketahuan telat makan. Tak disangka, tiba-tiba ada kiriman makanan atas nama Anti yang ditujukan kepada saya.

Saat ketahuan sakit juga. Saya sudah berkali-kali bilang bahwa saya baik-baik saja, tak usah khawatir. Namun, dia bisa tiba-tiba menelepon dan memaksa untuk membelikan saya obat-obatan agar saya cepat sembuh.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline