Lihat ke Halaman Asli

Penggunaan Bahasa Sarkasme dalam Media Sosial

Diperbarui: 2 April 2022   11:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bahasa. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcstudio

Bahasa adalah alat komunikasi yang disampaikan kepada orang lain berupa bunyi dan memiliki makna. Bahasa juga bisa disebut sebagai kebudayaan dan tidak dapat dipisahkan dengan masyarakat sebagai penggunanya. Ia dapat tumbuh dan berkembang jika digunakan oleh masyarakat. Begitupun sebaliknya, bahasa akan punah jika tidak digunakan oleh masyarakat. Pada dasarnya keduanya saling berkaitan, karena manusia tidak akan mampu beraktivitas tanpa bahasa (Hermaji, 2016: 2).

Media sosial yang berbasis teknologi informasi merupakan sarana komunikasi masyarakat yang paling efektif, karena tidak terbatas oleh ruang dan waktu. Media sosial berbasis teknologi informasi seperti twitter, facebook, blog, dan situs online lainnya, sangat diminati masyarakat dari berbagai kalangan.

Pemanfaatan media sosial sekarang membuat pengguna menjadi ketergantungan yang memberikan dampak positif dan negatif. Pengguna media sosial dapat memunculkan bahasa sarkasme yang menyebabkan pelanggaran prinsip kesantunan berbahasa.

Apa itu sarkasme?

Sarkasme dipahami sebagai gaya bahasa yang mengandung olok-olok atau sindiran pedas dan menyakiti hati. Ciri utama sarkasme adalah mengandung kepahitan dan celaan yang getir, menyakiti hati, dan kurang enak didengar.

Ujaran yang mengandung sarkasme pada umumnya digunakan pada saat memberikan kritik atas suatu peristiwa atau kondisi yang dipandang kurang sesuai. Gaya bahasa sarkasme ini juga sering digunakan oleh wartawan dalam mengemas berita dalam bahasa pers, yang tujuannya untuk menjatuhkan atau menggambarkan perseteruan seseorang dengan orang lain yang berkedudukan sebagai lawannya. Sarkasme itu merupakan rujukan yang lebih kasar dari ironi dan sinisme. 

Penggunaan sarkasme ini merupakan usaha untuk mengganti kata-kata yang bermakna biasa dengan kata-kata lain yang mengalami penyimpangan makna (kasar). Biasanya ini dilakukan untuk menunjukkan sikap negatif, antara lain sikap jengkel, tidak suka, muak, marah, dan lain sebagainya.

Pada saat ini bahasa bisa berpengaruh dengan sangat cepat melalui media sosial bahkan sekarang ini kita banyak menemui orang-orang yang menggunakan kata-kata yang mengandung sarkasme dalam media sosial, seolah-olah telah menjadi kebiasaan mereka.

masyarakat pengguna media sosial cenderung melakukan penyimpangan penggunaan bahasa secara pragmatis, yang dilakukan dengan tujuan menyindir atau menjatuhkan lawannya. Penyimpangan penggunaan bahasa tersebut antara lain adalah penggunaan bentuk sarkasme untuk tujuan menyerang lawannya, baik secara terang-terangan ataupun tersembunyi.

Bentuk bentuk sarkasme yang muncul dalam tuturan di media sosial itu menunjukkan adanya pelanggaran etika komunikasi dalam bentuk ketidaksantunan. Hal ini merupakan bukti bahwa telah pudar karakter bangsa Indonesia sebagai bangsa Timur yang santun dan ramah. Hal ini tidak boleh dibiarkan karena karakter adalah jati diri bangsa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H



BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline