Lihat ke Halaman Asli

Dwi Wahyu Intani

Freelancer - content writer

Memaknai Ramadan sebagai Momentum Memupuk Rasa Syukur

Diperbarui: 1 April 2023   13:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: pexels.com/Thirdman https://www.pexels.com/id-id/foto/makanan-perempuan-duduk-perayaan-8489272/

Siapalah aku,,, seorang hamba yang hanya pandai sambat dan mengeluh. Dibuatin minuman kemanisan, udah gondok. Disiapkan makanan yang gak sesuai selera udah enggan makan. Dihidangkan makanan dingin, udah gak mau makan.

---

Perihal makan, daridulu saya orangnya cukup picky, pemilih. Jika ada makanan yang tidak cocok, lebih memilih untuk tidak makan daripada harus menelannya dengan rasa ngedumel. Waktu kecil, bahkan setiap mau makan lauk pauk harus hangat. Jadi, selalu merepotkan orang rumah untuk memasak setiap mau makan. Ya, meskipun hanya tempe goreng.

Tak cukup disitu, kadang juga menuntut untuk selalu ada item pendamping. Misal, mau makan tempe goreng harus ada kecap manis. Kalau gak ada? Lagi-lagi malas makan.

Waktu Ramadan di rumah, selalu request menu ini-itu. Apalagi takjilnya, harus ada es dan blablabla.

Waktu berlalu, hingga akhirnya saya dimasukkan pesantren oleh orangtua. Disini, saya banyak belajar, terutama tentang ilmu legowo. Makan makanan yang rasanya 'gak ngalor gak ngidul' akhirnya dijabani juga. Yang dulunya tidak suka lauk A, terpaksa harus melahapnya dengan full senyum.

Apalagi ketika memasuki bulan-bulan Ramadan. Makan satu wadah untuk banyak orang. Kadang kebagian lauk kadang juga tidak. Belum lagi kondisi nasi saat sahur yang sudah dingin seperti dikirim dari kutub utara. 

Jangankan berharap untuk mendapatkan hidangan hangat, kebagian lauk saja sudah alhamdulillah. 

Berlanjut ketika saya mulai tinggal di kos. Tak selamanya bisa membeli makanan enak karena harus berhemat. Apalagi harus memenuhi ekspektasi kalau makan A harus ada B. Hmm, buyar!

Saat memasuki dunia kerja, saya harus tinggal di kos yang lokasinya cukup jauh dari keramaian. Mau beli apa-apa susah, apalagi makanan jadi. Adanya hanya bakul-bakul sayur yang akhirnya mau tidak mau saya harus belajar memasak. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline