Lihat ke Halaman Asli

Rekayasa Politik, Demokratisasi, dan Nasib RUU KUHP

Diperbarui: 13 Juni 2022   20:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Apa yang salah dengan politik hari ini?

Berbicara tentang politik, ini bukan hanya tentang memutuskan siapa yang harus mengambil alih kekuasaan di balik bilik suara, tetapi dalam arti yang lebih luas jika Anda memikirkannya secara konkret. 

Pada dasarnya, kita sudah terlibat dalam politik dalam kehidupan kita sehari-hari. Tidak harus tentang status, tetapi pada kenyataannya politik  terlihat mencari status dan  kekayaan. 

Sungguh ironis bahwa mereka yang naik ke podium dan berteriak di podium menjanjikan kepentingan terbaik rakyat, membujuk mereka untuk mempercayai rakyat, dan menyatakan harapan untuk negara. Semuanya ternyata hanya drama, penemuan, drama, dan akhirnya berujung pada  kekecewaan mendalam yang berujung pada balas dendam. 

Di Indonesia, politik  dicap sebagai masalah kemunafikan dan kotoran. Sebaliknya, kita bisa melihat foto-foto elite politik yang menduduki takhta. Orang yang bisa menjalankan misinya dengan baik dan benar dikatakan cenderung tidak terlihat. Siapa yang bertanggung jawab dalam kasus ini? 

Apakah orang-orang yang salah memilih, atau orang-orang yang dipilih, benar-benar tidak memiliki niat baik untuk negara ini? Ini bukan salah siapa-siapa. Indonesia telah memilih demokrasi sebagai sistem pemerintahannya. Apakah proses demokratisasi di negeri ini berjalan dengan baik? Tentu saja, itu tidak terlalu bagus. Bahkan di ujung yang mustahil untuk berhasil.

Kita dapat melihat negara-negara yang bergerak menuju demokrasi dan gagal di sepanjang jalan, karena tidak ada saluran yang cukup untuk mendukung dan memprediksi pecahnya konflik dan pertumpahan darah dalam proses demokratisasi. 

Padahal, kasus-kasus tersebut bisa dijadikan pelajaran bahwa, jika negara tidak memahami dengan baik bagaimana menerapkan sistem demokrasi, sangat rawan konflik berdarah.

Pada September tahun 2019, indonesia mengalami krisis demokrasi lewat perkara Penolakan RUU yg amat kontroversial. Berbondong warga  menyuarakan ketidak setujuannya terhadap apa yg diputuskan sang para penguasa pemerintahan. Namun, apa istilah mereka? "kami nir butuh lagi masukan berdasarkan publik".

 Menteri Hukum & Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna H. Laoly berkata : "Ini telah dikomunikasikan. Presiden beberapa saat kemudian telah berkata RUU kitab undang-undang hukum pidana itu akan diputuskan dalam periode yg akan datang. Dan ini telah dikomunikasikan menggunakan DPR RI. DPR juga telah setuju," ujar Yasonna usai mendapat registrasi  kepengurusan baru DPP PDIP pada Kantor Kemenkumham, Jakarta, Rabu, 25 September 2019.

 Yasonna jua berkata, sebenarnya pembahasan RUU ini telah melalui pembahasan yg relatif matang menggunakan melibatkan banyak sekali ahli hukum. RUU kitab undang-undang hukum pidana telah didesain semenjak 50 tahun silam sang para ahli hukum, bahkan waktu zaman Presiden Soeharto. Menurutnya, pemerintah & DPR pada membahas & merogoh keputusan terkait RUU ini nir mungkin meminta persetujuan semua warga  Indonesia yg jumlahnya lebih berdasarkan 260 juta.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline