Lihat ke Halaman Asli

Inosensius I. Sigaze

TERVERIFIKASI

Membaca dunia dan berbagi

Ada 3 Cara Memberi untuk Menulis Kebaikan di Hati Penerima

Diperbarui: 5 Juni 2021   02:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi tentang cara memberi para turis untuk di foto | Dokumen pribadi oleh Ino

Ada rahasia kecil dari tindakan sederhana "memberi dengan kesunyian hati." Tangan yang ikhlas dan terbuka untuk memberi dan berbagi itu ternyata punya gelombang nada yang langsung tersambung ke hati orang-orang di sekitarnya.

Setiap orang pasti sudah pernah memberi sesuatu kepada orang lain dengan cara tertentu yang unik. Karena itu, pengalaman terkait memberi sesuatu kepada orang lain sebenarnya merupakan pengalaman yang dimiliki banyak orang tentang cara, motivasi dan dampak dari tindakan memberi itu sendiri. Meskipun demikian, rasanya tetap sedikit sekali orang menulis dengan tema memberi. Kenapa ya? 

Mungkinkah alasan seperti ini, memberi itu harus bersifat rahasia sebagai alasannya sehingga orang enggan menulis atau bercerita tentang memberi? Ataukah memang karena belum banyak orang yang menganggap penting tentang memberi. 

Spontan munculnya pertanyaan seperti ini, mengapa orang tidak mencoba menulis tema-tema sederhana seperti "memberi itu indah, atau memberi itu bahagia"? 

Setelah saya coba melihat lagi serpihan pengalaman pribadi saya khususnya dalam hal "memberi", saya menemukan bahwa ada rahasia dari tindakan memberi itu yang luar biasa efeknya bukan cuma untuk diri sendiri, tetapi juga untuk orang lain atau penerima.

Ada 3 cara memberi untuk menuliskan kebaikan di hati penerima, yakni:

1. Memberi dengan keyakinan bahwa akan melegakan hati  dan membebaskan orang lain

Saya percaya bahwa siapa saja yang pernah memberi dengan ikhlas  dan penuh keyakinan pasti mengalami kelegaan hati. Maaf bukan gelisah. Jika gelisah setelah memberi sesuatu kepada orang lain, maka sebenarnya orang itu tidak ikhlas memberi. 

Saya masih ingat kisah saya pada tahun 2011. Setelah seminar saya memperoleh tanda terima kasih dalam bungkusan sederhana pakai kertas dari lembaran buku tulis. Dalam perjalanan pulang, saya berjumpa dengan seorang ibu yang berjalan kaki tanpa alas kaki. Saya tahu tempat itu sudah jauh sekali dari rumahnya. Saya berhenti dan menawarkan ibu itu untuk dihantar ke rumahnya. 

Dalam perjalanan, saya bertanya kepadanya, "kenapa berjalan kaki begitu jauh?" Ia menjelaskan tentang tujuannya untuk meminjam uang pada seseorang yang dia kenal. Namun, orangnya tidak ada di rumah. Sayang sekali, padahal ibu itu sudah berjalan kaki 12 km lebih. 

Ibu itu memerlukan uang untuk mengurus pengambilan ijazah anaknya di Sekolah dan urusan lain untuk biaya pendidikan Semester kedua untuk anaknya yang lain. Rasanya sudah tidak sanggup mendengar cerita seperti itu. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline