Lihat ke Halaman Asli

Indria Salim

TERVERIFIKASI

Freelance Writer

Puisi | Gaduh

Diperbarui: 26 September 2018   17:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gagak lapar | pixabay.com

Limbuk terkantuk-kantuk. Secangkir kopi menjadi saksi percakapan sunyi. Limbuk mulai mendengkur, lelap tertidur. Secangkir kopi menjadi saksi, ruh melayang ke alam mimpi.

*

Kemenangan itu semu.
Kerumunan pecundang gegap gempita mencabik kemanusiaan.
Muda perkasa dalam gerombolan, terbirit bila sendiri.
Ratusan pasang mata tanpa nurani.

Jadikan satu nyawa seharga umbul-umbul semata.
Jalma tertinggi sebatas sosok nir budi.
Mesin penggilas peradaban,
Beringas, ganas ciptakan nahas demi nahas.

*

Kau korban, kami pahlawan.
Kau pandir, kami pemikir.

Kau pendosa, kami pengawal gerbang surga.
Dia penista kitab Sang Dewa, maka kau mesti binasa.

Telan saja.

*

Kami berhak menamatkan lembar kisahmu.
Jangan pertanyakan itu, mau kami -- aku, aku, aku.
Aku mengambil hakmu, kami mau -- aku, aku, aku.
Korupsi? Itu penyelamatan uang pajakmu oleh kami.
Wacana? Akui saja kepakaranku -- menggantang laut di udara.

Telanlah.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline