Lihat ke Halaman Asli

Indra Agusta

hologram-Nya Tuhan

Stratum

Diperbarui: 1 Agustus 2020   01:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dialektika manusia terus bergeliat, manusia kemudian bersambungan satu sama lain dalam jalinan hubungan sosial antar manusia. Hubungan-hubungan ini terjalin begitu manis dalam berbagai bentuk, ada soal hubungan timbal balik ekonomi, kekuasaan politik, identitas bersama seperti kebudayaan, agama atau padatan-padatan loyalitas berbasis pergerakan,  perhimpunan bahkan relasi mistis-magis berdalih glorifikasi masa lalu. 

Hubungan interkoneksi manusia  tak melulu soal hasil dan ego untuk mendapatkan sesuatu. Tetapi banyak hal yang kemudian menjadi lebih variatif karena relasi yang terbangun melambari kepada apa saja yang lebih sustainable, lebih berumur panjang, dan lebih membawa manusia kepada level lebih tinggi dari hidup.

Bahwa hubungan manusia yang berkembang kemudian tak lebih dari sekedar mencari kebutuhan primer, atau menjangkepi kehausan ego. Ketika perut sudah terisi kenyang, kebutuhan akhirnya bergeser pada titik lebih parsial, lebih atraktif dengan melibatkan berbagai sumber daya untuk memenuhi fase kehidupan manusia selanjutnya.

Dalam buku Homo Deus karya Harrari memang sudah disebutkan secara detail bahwa kebutuhan manusia berubah sejak angka kematian karena perang, wabah dan kelaparan turun drastis. Manusia di abad 21 kemudian mengejar hal-hal yang lebih berkelanjutan.

Dinamika perubahan ini akhirnya merubah banyak pola hidup remaja diperkotaan, juga mulai meluasnya pengaruh internet dan media sosia di pedesaan. Gawai dan Internet hampir menjadi kebutuhan primer manusia selama sepuluh tahun terakhir. Perubahan cara berfikir kemudian juga terjadi, informasi tersebar semakin cepat, data-data semakin mudah didapatkan, bahkan beberapa lembaga negara mulai open-source membuka datanya untuk dikonsumsi publik.

Geliat ini kemudian mempengaruhi kaum akademisi untuk lebih banyak lagi mendapatkan sumber-sumber yang selama ini tidak mereka dapatkan, geliat ini pula yang kemudian membuat remaja menjadi  menaikkan konsumsi data sebagai arus yang berbanding lurus terhadap tingkat kecanduan mereka akan gawai ini.

Dan kemudian kebahagiaan diraih atas berbagai macam hal selain pemenuhan kebutuhan primer. Namun apakah semuanya berubah? Tentu saja tidak demikian dengan beragam pola-pola interaksi yang terjadi.

Stratum,  atau  lapisan sosial istilah yang dimaknai sebagai sebuah pola bahwa meskipun jaman bergerak dalam beragam variasinya, sebenarnya dalam banyak hal pola-pola hubungan sosial tidak banyak berubah.

Beberapa dari kita terus hidup dalam pola yang sama dan diteruskan oleh generasi selanjutnya. Banyak dari seseorang yang hidup dalam sebuah lingkaran akhirnya tidak bisa keluar dari lingkaran ini dalam waktu dekat bahkan sampai kematiannya menjelang.

Berapa orang dari lapisan periferal perkotaan hidup sebagai kaum marginal dan kaum papa ditengah kota yang bisa naik ke lapisan atasnya, untuk hidup lebih mapan misalnya di rusunawa atau mampu mengontrak rumah sendiri. Atau dalam struktur masyarakat desa, tidak banyak pula yang meloncat ke lingkar lainnya.

Desa dengan segala penjagaan etiknya atas 'tata cara' tidak mampu mengubah banyak pemuda desa punya prespektif lebih luas dalam melihat kacamata hidup. Selain menjadi petani, sedikitnya pilihan-pilihan di desa membuat masyarakat hanya berhenti di lingkaran ekonomi mikro berjualan seadanya, atau terseret arus urbanisasi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline